Paduka Tuan Ketua Yang Mulia!
Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.
Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan di dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah – dalam bahasa Belanda – Philosofische grondslag (dasar filosofi-Ed.) dari Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka Tuan Ketua yang mulia. Tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada Tuan-Tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.
“Merdeka” buat saya adalah political independence, politieke onafhankelijkheid (kemerdekaan politik, dalam bahasa Inggris dan Belanda-Ed.). Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?
Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang – saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini – zwaarwichtig (seolah-olah amat berat, dalam bahasa Belanda-Ed.) akan perkara-perkara kecil. Zwaarwichtig sampai – kata orang Jawa – jelimet (dengan teliti, rinci dan lengkap, dalam bahasa Jawa-Ed.). Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.
Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya! Alangkah bedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai sampai jelimet, maka saya bertanya kepada Tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80 persen dari rakyatnya terdiri dari kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti akan hal ini atau itu.
Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata, bahwa tatkalah Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka!
Lihatlah pula – jikalau Tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat – Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet, adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia adal rakyat Musyik (golongan yang percaya adanya Tuhan, tetapi tak menganut suatu agama-Ed.) yang lebih dari 80 persen tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, Tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan Negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan!
Maaf, Paduka Tuan Zimukyokutyoo (Kepala Kantor Tata Usaha untuk Lembaga Tinggi, dalam bahasa Jepang, yang berada di bawah pemerintah militer Jepang untuk mengurus persiapan sidang-sidang BPUPKI-Ed.)! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca Tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, Tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka… sampai di lubang kubur!
(Tepuk tangan riuh)
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 1933 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama Mencapai Indonesia Merdeka. Maka di dalam risalah tahun 1933 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhkelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam – in one night only – kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia Merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riyadh dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan Ibn Saud, maka di seberang jembatan – artinya kemudian dari pada itu – Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade (suku yang berpindah-pindah tempat, atau pengembara, dalam bahasa Belanda-Ed.), yaitu orang Badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah lagi oleh Ibn Saud menjadi kaum tani – semuanya di seberang jembatan.
Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet-Rusia Merdeka telah mempunyai Dneprprostoff, dam yang maha besar di sungai Dnepr? Apa ia telah mempunyiai radio-station, yang menyundul ke angkasa? Apa ia tel mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet-Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis? Tidak, Tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan creche (tempat penitipan bayi dan anak-anak pada waktu orangtua bekerja-Ed.), baru mengadakan Dneprprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada Tuan-tuan sekalian, janganlah Tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya Tuan-tuan punya semangat – jikalau Tuan-tuan demikian – dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasra Indonesia Merdeka sekarang!
(Tepuk tangan-riuh)
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahal semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang!
(Tepuk tangan-riuh)
Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar!
Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon (Kekaisaran Jepang Raya-Ed.) untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseik-kan (Kepala Pemerintahan Militer Tentara Pendudukan Jepang-Ed.) diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo (Kepala Departemen Urusan Umum-Ed.) diganti dengan orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo (Kepala Departemen-Ed.) diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid – in one night, di dalam satu malam!
Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milsiyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon, sekarang menyerahkan urusan negara kepada Saudara-saudara, apakah Saudara-saudara akan menolak, serta berkata: mangke rumiyin – tunggu dulu – minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Merdeka?
(Seruan: Tidak! Tidak!)
Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka!
(Tepuk tangan menggemparkan)
Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbedaan antara Sovyet-Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain, tentang isinya. Tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis (tuntutan minimum, dalam bahasa Belanda-Ed.). Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, Saudara-saudara, semua siap sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka.
(Tepuk tangan riuh)
Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, Saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata: Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji 500 gulden. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul (memantul, dalam bahasa Jawa-Ed.), sudah mempunyai meja-kursi yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu kaset, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet (pakaian untuk anak-anak, dalam bahasa Belanda-Ed.), barulah saya berani kawin.
Ada orang lain yang berkata: Saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat – yaitu meja mkan, lantas satu zitje (tempat duduk untuk bersantai, dalam bahasa Belanda-Ed.) – lantas satu tempat tidur.
Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu Saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengans satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk (jurutulis, dalam bahasa Belanda-Ed.) dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: Kawin.
Sang Ndoro (atau Bandoro, berarti majikan atau tuan, dalam bahasa Jawa-Ed.) yang mempunyai rumah gedung, electrische-kookplaat (alat masak listrik, dalam bahasa Belanda-Ed.), tempat tidur, uang bertimbun-timbun: Kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig (berbahagia, dalam bahasa Belanda-Ed.), belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, Saudara-saudara!
(Tepuk tangan dan tertawa)
Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver (peralatan makan dari perak, dalam bahasa Belanda-Ed.) satu kaset plus kinder-uitzet – buat 3 tahun lamanya!
(Tertawa)
Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: Kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, Saudara-saudara sekalian, Paduka Tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian Paduka Tuan Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: Kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence… saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia Merdeka!
(Tepuk tangan riuh)
Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu per satu. Di dalam Sovyet-Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet-Rusia satu per satu.
Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata, kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem (penyakit busung lapar, dalam bahasa Belanda-Ed.), banyak ini banyak itu. “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”
Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyatukan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan – jembatan emas – inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.
Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya international recht – hukum internasional – menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko (macam-macam, dalam bahasa Jawa-Ed.), yang jelimet. Tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk international recht. Cukup, Saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahnya, kemudian diakui oleh salah satu negara lain yang merdeka, itulah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak peduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak peduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya – sudahlah ia merdeka.
Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka apa tidak? Mau merdeka apa tidak?
(Jawab hadirin: Mau!)
Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal “merdeka”, maka sekarang saya bicarakan tentang hal “dasar”.
Paduka Tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang Paduka Tuan Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta philosofische grondslag, atau – jikalau kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk – Paduka Tuan Ketua yang mulia meminta suatu Weltanschauung (pandangan hidup, dalam bahasa Jerman-Ed.), di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak di antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu Weltanschauung. Hitler mendirikan Jermania di atas national sozialistische Weltanschauung – filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Sovyet di atas satu Weltanschauung, yaitu Marxistische, Historisch-Materialistische Weltanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon di atas satu Weltanschauung, yaitu yang dinamakan Tenno Koodoo Seishin. Di atas Tenno Koodoo Seishin inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas suatu Weltanschauung – bahkan di atas satu dasar agama – yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh Paduka Ketua yang mulia: Apakah Weltanschauung kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka?
Tuan-tuan sekalian, Weltanschauung ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam Weltanschauung, bekerja mati-matian untuk me-realiteit-kan Weltanschauung mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan. Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed, “Sovyet-Rusia didirikan dalam 10 hari oleh Lenin cs.” – Reed di dalam kitabnya Ten days that shook the world, Sepuluh hari yang menggoncangkan dunia… walaupun Lenin mendirikan Rusia dalam 10 hari, tetapi Weltanschauung-nya telah tersedia berpuluh-puluh tahun. Terlebih dulu telah tersedia Weltanschauung-nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu di atas Weltanschauung yang sudah ada. Dari 1895 Weltanschauung itu telah disusun. Bahkan dalam revolusi 1905, Weltanschauung itu “dicobakan”, di-generale-repetitie-kan.
Lenin di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri generale-repetitie dari revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum tahun 1917, Weltanschauung itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudan, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed… hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruh kekuasaan itu di atas Weltanschauung yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian?
Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di atas National-sozialistische Weltanschauung. Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya Weltanschauung itu? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Naziisme ini – Weltanschauung ini – dapat menjelma dengan dia punya Munchener Putsch, tetapi gagal. Di dalam 1933 barulah datang saatnya beliau dapat merebut kekuasaan dan negara diletakkan oleh beliau di atas dasar Weltanschauung yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu. Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka Tuan Ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschauung kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka di atasnya? Apakah nasional-sosialisme? Apakah historisch-materialisme? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh Doktor Sun Yat Sen?
Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi Weltanschauung-nya telah dalam tahun 1885 – kalau saya tidak salah – dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku The Three People’s Principles, San Min Chu I – Mintsu, Minchuan, Min Sheng: Nasionalisme, demokrasi, sosialisme – telah digambarkan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas Weltanschauung San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.
Kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka di atas Weltanschauung apa? Nasional-sosialisme-kah? Marxisme-kah? San Min Chu I-kah, atau Weltanschauung apakah?
Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan – macam-macam – tetapi alangkah benarnya perkataan dr. Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadi-Koesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan paham. Kita bersama-sama mencarai persatuan philosofische grondslag, mencari satu Weltanschauung yang kita semua setuju. Saya katakan lagi “setuju”! Yang Saudara yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar setujui, yang Saudara Sanoesi setujui, yang Saudara Abikoesno setujui, yang Saudara Liem Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu?
Pertama-tama, Saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?
Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik Saudara-saudara yang bernama kaum Kebangsaan yang di sini, maupun Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah yang kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918… ialah: Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia.
Saya minta, Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Saudara-saudara Islam lain, maafkanlah saya memakai perkataan “kebangsaan” ini! Saya pun orang Islam. Tetapi saya minta kepada Saudara-saudara, janganlah Saudara-saudara salah paham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat (negara nasional, dalam bahasa Belanda-Ed.), seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka Tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak Tuan pun adalah orang Indonesia, nenek moyang Tuan pun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.
Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempo sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa?
Menurut Renan (Ernest Renan, pemikir orientalis Perancis-Ed.), syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa: le desir d’etre ensemble, yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.
Kalau kita lihat definisi orang lain – yaitu definisi Otto Bauer (pemikir dan teoritikus Partai Sosial Demokrat Austria-Ed.) – di dalam bukunya, Die Nationalitatenfrage, di situ ditanyakan: Was ist eine Nation? Dan dijawabnya ialah: Eine Nation ist eine aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft (bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib-Ed.). Inilah menurut Otto Bauer satu natie.
Tetapi kemarin pun, tatkala – kalau tidak salah – Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr.Yamin berkata: Verouderd! Sudah tua! Memang Tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah verouderd, sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Ernest Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan geo-politik.
Kemarin – kalau tidak salah – Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau Tuan Moenandar, mengatakan tentang “persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, Tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!
Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan Gemeinschaft-nya (persamaan atau persatuannya, dalam bahasa Jerman-Ed.) dan perasaan orangnya, l’ame et le desir (jiwa dan kehendaknya, dalam bahasa Perancis-Ed.) Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana “kesatuan-kesatuan” di situ. Seorang anak kecil pun – jikalau ia melihat peta dunia – ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar, Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan. Demikan pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir timur Benua Asia sebagai golfbreker atau penghadang gelombang lautan Pasifik, adalah satu kesatuan.
Anak kecil pun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh Lautan Hindia yang luas dan Gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan.
Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh Allah SWT demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athena saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athena plus Macedonia plus daeraha Yunani yang lain-lain – segenap kepulauan Yunani – adalah satu kesatuan. Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat – bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera – itulah tanah air kita! Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat – antara rakyat dan buminya – maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup le desir d’etre ensemble, tidak cukup definisi Otto Bauer aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft itu.
Maaf, Saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau. Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil dari satu kesatuan! Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya satu bahagian kecil dari satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun haya satu bagian kecil dari satu kesatuan.
Pendek kata, bangsa Indonesia – Natie Indonesia – bukanlah sekadar contoh satu golongan orang yang hidup dengan le desir d’etre ensemble di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik, yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian! Seluruhnya! Karena antara 70.000.000 ini sudah ada le desir d’etre ensemble, sudah terjadi Charaktergemeinschaft! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!
(Tepuk tangan hebat)
Ke sinilah kita semua harus menuju: Mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan di antara Tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan “golongan kebangsaan”. Ke sinilah kita harus menuju semuanya.
Saudara-saudara, jangan mengira, bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Bayern, bukan Saksen (kerajaan lama di Jerman, lebih dikenal sebagai Prusia, Bavaria dan Saxony-Ed.) adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermania-lah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italia-lah – yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di utara dibatasi oleh pengunungan Alpen – adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segitiga India-lah nanti harus menjadi nationale staat.
Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit. Di luar itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram – meskipun merdeka – bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten – meskipun merdeka – bukan suatu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanuddin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.
Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau Tua-tuan terima baik, marilah kita mengambil dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia.
Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat.
Maaf, Tuan Liem Koen Hian. Tuan tidak mau akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku Kaityoo (Wakil Ketua, maksudnya Soeroso-Ed.), Tuan menjawab: “Saya tidak mau akan kebangsaan.”
(Liem Koen Hian menanggapi: “Bukan begitu. Ada sambungannya lagi.”)
Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena Tuan Liem Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk paham kosmopolitanisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit kosmopolitanisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya menschheid – perikemanusiaan! Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa ada kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah HBS di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya. Katanya: “Jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikit pun.” Itu terjadi pada tahun ‘17. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya, San Min Chu I atau The Three People’s Principles, saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh Baars itu. Dalam hati saya sejak itu, tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh The Three People’s Principles itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat, sehormat-hormatnya, merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen – sampai masuk ke lobang kubur.
(Anggota-anggota Tionghoa bertepuk tangan)
Saudara-saudara! Tetapi… tetapi… memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang-orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme (nasionalisme yang berlebihan, ekstrem-Ed.), sehingga berpaham “Indonesia uber Alles (Indonesia di atas semua bangsa-Ed.).” Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bagian kecil saja dari dunia! Ingatlah akan hal ini!
Gandhi berkata: “Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan. My nationalism is humanity.”
Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropa, yang mengatakan Deutschland uber Alles. Tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata biru – bangsa Arya – yang dianggapnya tertinggi di atas dunia, sedang bangsa lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas asas demikian, Tuan-Tuan. Jangan berkata, bahwa bangsa Indonesia-lah yang terbagus dan termulia, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.
Justru inilah prinsip yang kedua. Inilah philosofische princiep yang nomor dua, yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan internasionalisme. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitanisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya. Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup di dalam taman sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini, Saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2 – yang pertama-tama saya usulkan kepada Tuan-tuan sekalian – adalah bergandengan erat satu sama lain.
Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.
Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, saya pun, adalah orang Islam – maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna – tetapi kalau Saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, Tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat. Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan.
Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula.
Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup di dalam jiwa rakyat, sehingga 60 persen, 70 persen, 80 persen, 90 persen utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan bukan hanya Islam yang hanya di atas bibir saja. Kita berkata, 90 persen daripada kita beragama Islam, tetapi lihatlah di dalam sidang ini berapa persen yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf beribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada Saudara-saudara sekalian – baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam – setujuilah prinsip nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan.
Dalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul, betul hidup, jikalau di dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candaradimuka, kalau tidak ada perjuangan paham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat!
Di dalam perwakilan rakyat Saudara-saudara Islam dan Saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter (huruf, dalam bahasa Inggris-Ed.) di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya, sebagian besar dari utusan-utusan yang masukn badan perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil, fair play! (permainan yang jujur, dalam bahasa Inggris-Ed.). Tidak ada negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahu wa ta’ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar daripadanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah Saudara-saudara prinsip nomor 3, yaitu prinspi permusyawaratan!
Prinsip nomor 4, sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Saya katakan tadi: Prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: Nationalism, Democracy, Sosialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, Saudara-saudara? Jangan Saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropa adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire demoratie. Tetapi tidakkah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela?
Di Amerika ada suatu Badan Perwakilan Rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan-badan perwakilan yang diadakan di sana itu, sekedar menurut resepnya Fransche Revolutie (Revolusi Perancis, dalam bahasa Belanda-Ed.). Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan demokrasi di sana itu hanyalah politieke demoratie saja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid – tidak ada keadilan sosial, tak ada economische democratie sama sekali.
Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures yang menggambarkan politieke demoratie. “Di dalam parlementaire demoratie,” kata Jean Jaures, “tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak politik yang sama, tiap-tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk dalam parlemen. Tetapi adakah sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat?”. Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi: “Wakil kaum buruh yang mempunyai hak politik itu, didalam Parlemen dapat menjatuhkan minister (menteri, dalam bahasa Belanda dan Inggris-Ed.). Ia seperti raja. Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja – di dalam pabrik – sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar ke luar jalan raya, dibikin werloos (menganggur, dalam bahasa Belanda-Ed.), tidak dapat makan suatu apa.” Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki?
Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan paham Ratu-Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan, kurang pakaian, menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik, Saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.
Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat, hendaknya bukan bada permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid (keadilan politik dan keadilan sosial, dalam bahasa Belanda-Ed.).
Kita akan bicarakan hal ini bersama-sama, Saudara-Saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan Kepala Negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarki. Apa sebab? Oleh karena monarki vooronderstelt erfe-lijkheid (pewarisan yang sudah diketahui terlebih dahulu, dalam bahasa Belanda-Ed.). Turun-temurun. Saya orang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu’minin, harus dipilih oleh rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagoes Hadikoesoemo misalnya, menjadi Kepala Negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, janganlah anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya – dengan otomatis – menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu, saya tidak mufakat kepada prinsip monarki itu.
Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial.
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!
Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.
(Tepuk tangan sebagian hadirin)
Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid (sifat dapat memahami pendapat yang lain, dalam bahasa Belanda-Ed.), tentang menghormati agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini – sesuai dengan itu – menyatakan: Bahwa prinsip kelima dari Negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau Saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!
Di sinilah, dalam pangkuan asas yang kelima inilah, Saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula!
Ingatlah prinsip ketiga – permufakatan, perwakilan – di situlah tempatnya ktai mempropagandakan ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam (tidak sabar, memaksa, dalam bahasa Belanda-Ed.), yaitu dengan cara yang berkebudayaan!
Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai pancaindera. Apa lagi yang lima bilangannya?
(Seorang yang hadir: “Pendawa Lima.”)
Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip – kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan – lima pula bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman ahli bahasa — namanya ialah Pancasila. Sila artinya “asas” atau “dasar”, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
(Tepuk tangan riuh)
Atau, barangkali ada Saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah “perasan” yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme – kebangsaan dan perikemanusiaan – saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan Sosio-nasionalisme.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische demoratie – yaitu politieke demoratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan – saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang dulu saya namakan Sosio-demokrasi. Tinggal lagi Ketuhanan, yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja! Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?
Sebagai tadi telah saya katakan: Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indoesia buat Indoesia. Semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong!
(Tepuk tangan riuh-rendah)
“Gotong-royong” adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong-royong!
(Tepuk tangan riuh-rendah)
Prinsip gotong-royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, Saudara-saudara, yang saya usulkan kepada Saudara-saudara.
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila? Isinya telah saya katakan kepada Saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada Saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu.
Tetapi jangan lupa, kita hidup di dalam masa peperangan, Saudarna-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia. Di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat-laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah SWT.
Berhubungan dengan itu – sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi – barangkali perlu diadakan noodmaat-regel (aturan darurat, dalam bahasa Belanda-Ed.), peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Pancasila. Sebagai dikatakan tadi, Saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita.
Entah Saudara-saudara memufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membangun nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam perikemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk Ketuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun. Tetapi, Saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah kepada Saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak ada satu Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan – menjadi realiteit – jika tidak dengan perjuangan!
Jangan pun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan oleh Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen!
De Mensch – manusia – harus perjuangkan itu. Zonder (tanpa, dalam bahasa Belanda-Ed.) perjuangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjuangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, Saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: Zonder perjuangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Jangan pun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Qur’an, zwart op wit (hitam di atas putih, dalam bahasa Belanda-Ed.), tertulis di atas kertas, tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjuangan manusia yang dinamakan umat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis di dalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma zonder perjuangan umat Kristen.
Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ketuhanan yang luas dan sempurna – janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan!
Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila.
Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu Saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko – tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekadkan mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad: Merdeka! “Merdeka atau mati!”
(Tepuk tangan riuh)
Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap verschrikkelijk zwaarwichtig (seolah-olah sangat berat, dalam bahasa Belanda-Ed.) itu.
Terima kasih!
(Tepuk tangan riuh-rendah dari segenap hadirin)
N,nWassalam.
Adipati Karawang
Jumat, 01 Februari 2013
Senin, 21 Januari 2013
Kumpulan Babasan Sunda
Di handap ieu kempelan babasan sunda anu parantos di susun dumasar alfabeth ti a-z:
- Adab lanyap Jiga nu handap asor, daek ngahprmat ka batur, tapi boga hate luhur, tungtungna sok ngunghak jeung kurang ajar, temahna batur loba nu teu resepeun.
- Adam lali tapel poho ka baraya jeung poho ka lemah cai.
- Adat kakurung ku iga adat nu hese digantina.
- Adean ku kuda beureum beunghar ku barang titipan atawa ginding ku pakean batur.
- Adigung adiguna gede hulu, boga rasa leuwih ti batur, kaciri dina laku lampahna jeung omonganana.
- Agul ku payung butut ngagulkeun luluhur sorangan.
- Akal koja pinter dina kagorengan atawa kajahatan.
- Aki aki tujuh mulud lalaki nu geus kolot pisan.
- Aku aku angga ngaku barang batur kalawan ngandung maksud hayang mibandangaku baraya batur anu beunghar atawa jeneng, mamrih kahormatan atawa kauntungan.
- Aku panggung darehdeh jeung mere maweh, ngan hanjakal ku ieu aing asa pangpunjulna, pangbeungharna jste.
- Alak-alak cumampaka resep jeung hayang dipuji batur, boga rasa pangpunjulna. Anu handap hayang nyaruaan nu luhur, nu hina hayang nyaruaan nu mulya.
- Alak paul tempat anu lain dikieuna, ngeunaan jauhna jeung pisusaheunana.
- Alus panggung = alus laur hade ome tegep dedeg pangadegna.
- Ambek nyedek tanaga midek ari napsu pohara gedena, ngan masih bisa meper diri
napsu kapegung. - Ambekna sakulit bawang gampang pisan ambek, jeung mun geus ambek teu reureuh sakeudeung.
- Anak puputon anak nu kacida didama-damana, nu pohara dipikanyaah.
- Anjing ngagogogan kalong mikahayang nu lain lain, nu pamohalan pilaksanaeun (Mikahayang nu moal bakal kasorang).
- Ari diarah supana, kudu dipiara catangna Naon bae nu mere hasil ka urang kudu diurus bener bener.
- Ari umur tunggang gunung, angen angen pecat sawed ari umur geus kolot tapi hate ngongoraeun keneh.
- Asa dijual payu ngungun dumeh nyorangan di panyabaan, jauh ti indung bapa.
- Asa ditonjok congcot meunang kabungah nu gede, anu saenyana teu diarep arep.
- Asa ditumbu umur Boga rasa kahutangan budi anu pohara gedena.
- Asa nanggeuy endog beubeureumna kacida nyaahna.
- Asa potong leungeun katuhu leungiteun jalma nu pohara hade galena.
- Ati mungkir beungeut nyinghareup palsu, siga sono, tapi henteu. Siga suka, tapi henteu, siga nyaah tapi henteu.
- Aub payung, sabet panon sabasoba wewengkon, ngeunaan tanah.
- Aya astana sajeungkal anu mustahil oge oge bisa kajadian.
- Aya bagja teu daulat arek meunang bagja atawa kauntungan tapi teu tulus.
- Aya di sihung maung Kulantaran loba kawawuh gegeden dina aya karerepet atawa kaperluan penting gampang naker meunang pitulungna.
- Aya hate kadua leutik naksir.
- Aya jalan komo meuntas aya lantaran anu diarep arep ti tadina nepi ka maksud urang gancang kalaksanakeun.
- Aya jalan komo meuntas Aya pilantaraneun atawa pijalaneun pikeun ngalaksanakeun atawa ngabulkeun kahayang.
- Aya jalan komo meuntas eukeur mah aya maksud, turug turug aya pilantaraneun.
- Aya peurah aya komara aya harega, aya pangaji.
- Aya nu dianjing cai Aya nu diarep-arep atawa dihأ©roan.
- Ayakan tara meunang kancra nu bodo jeung nu pinter moal sarua darajatna jeung panghasilanana.
- Baleg tampele ari rasa tresna ka lalaki geus aya, ngan lamun papanggih jeung jelemana gede keneh kaera.
- Bali geusan ngajadi tempat dilahirkeun.
- Balung kulit kotok meuting teu eureun eureun nyeri hate ti baheula nepi ka kiwari.
- Balungbang timur, caang bulan opat belas, jalan gede sasapuan beak karep ku rido jeung beresih hate.
- Banda tatalang raga lamun urang papanggih jeung karerepet, gering upaman, euweuh halangan urang ngajual barang nu aya pikeun ngabela diri, meuli ubar sangkan waras.
- Belang bayah gindi pikir boga pikiran goreng ka papada kawula.
- Bengkung ngariung bongkok ngaronyok babarengan sok sanajan dina hina, rugi, atawa cilaka.
- Beurat birit hese jeung sungkan dititah.
- Beurat nyuhun beurat nanggung, beurat narimakeunana pohara narimakeunana kana pitulung, ngan teu kawasa ngedalkeun ku lisan atawa tulisan, anging gusti nu ningali.
- Beureum paneureuy seuseut batan neureuy keueus hese pisan, seuseut seuat ngahasilkeun maksud.
- Beuteung anjingeun ngeunaan ka jelema nu beuteungna cara/siga beuteung anjing.
- Bilih aya turus bengkung Bisi salah pokpokanana.
- Biwir nyiru rombengeun resep mukakeun rasiah sorangan atawa rasiah batur.
- Biwir nyiru rombengeun Resep ngucah ngaceh rasiah atawa kaaeban boh nu sorangan boh nu batur.
- Biwir sambung lemek, suku sambung lengkah henteu milu milu kana tanggung ajwabna mah, ieu mah ngan saukur mangnepikeun dumeh jadi utusan, ngemban timbalan tinu lian.
- Bluk nyuuh blak nangkarak Kabina bina rajina dina enggoning nyiar kipayah.
- Bobo sapanon carang sapakan aya kuciwana, lantaran aya kakuranganana atawa karuksakanana.
- Bobor karahayuan henteu rahayu, henteu salamet, meunang kacilakaan atawa tiwas.
- Bobot pangayun timbang taraju kabأ©h anu dipigawأ© kudu pinuh tinimbangan.
- Bonteng ngalawan kadu nu leutik ngalawan nu gede.
- Buburuh nyatu diupah beas nyiar pangarti tur diburuhan atawa digajih.
- Budi santri, legeg lebe, ari lampah euwah euwah Ari laku lampah mah kawas santri tapi sok ceceremed.
- Buluan belut, jangjangan oray pamohalan kajadian.
- Bungbulang tunda / tunda talatah lamun dititah tara sok pek ku maneh, tapi sok nitah deui ka batur.
- Buntut kasiran koret, medit, ngeupeul, tara pisan daek barangbere.
- Bur beureum bur hideung, hurung nagtung siang leumpang ginding, loba pakean anu aralus dipake.
- Buruk buruk papan jati ka sobat atawa ka baraya mah sok hayang ngahampura bae lamun aya kasalahan teh.
- Caang bulan dadamaran migawe nu kurang mangpaat.
- Cacag nangkaeun Hanteu beres, hanteu rata, henteu sampurna.
- Cangkir emas eusi delan omonganana mah alus nepi ka urang jadi percaya jeung kataji, tapi hatena jahat jeung matak bahaya ka urang.
- Cara bueuk meunang mabuk ngeluk bae, teu lemek teu carek, euweuh hojah, euweuh karep, euweuh kahayang sabab era tawa sieun.
- Cara gaang katincak anu tadina rame kacida, ayeuna mah jadi jempling pisan.
- Cara jogjog mondok carekcok bae, mani gandeng nacer.
- Cara simeut hiris, tai kana beuheung beuheung Pohara bodona, beunang dibobodo atawa ditipu ku batur.
- Cecendet mande kiara Nu leutik nyaruaan anu gede, nu miskin nyaruaan nu beunghar.
- Ceuli lentaheun Sok gancang nyaritakeun ka batur naon bae anu kadenge, turtaning tacan karuhan eta beja teh bener henteuna.
- Cicing dina sihung maung Nganjrek di jelema anu nyusahkeun atawa bakal nyilakakeun ka diri urang.
- Cikaracak ninggang batu laun laun jadi legok Ku dileukeunan mah sakumaha hesena ge lila lila jadi bisa (najan bodo asal leukeun diajarna lila lila oge tangtu bisa).
- Cileuncang mande sagara, cecendet mande kiara, hunyur nandean gunung Nyaruaan ka jelema anu saluhureun harkatna, darajatna atawa pangabogana.
- Ciri sabumi cara sadesa beda tempatna, beda deui adat jeung kabiasaanana.
- Clik putih clak herang Kaluar tian hate anu beresih, rido pisan, teu aya geuneuk maleukmeuk.
- Congo congo ku amis, mun rek mais oge puhuna Kumaha arek bageurna dinu ajdi anak, lamun bapana henteu bageur.
- Daek macok embung dipacok daek ngarah kana rejeki atawa pakaya batur, tapi diarah rejekina atawa pakayana ku batur mah embung.
- Dagang oncom rancatan emas ari modalna gede kacida, ngan batina anu diarah kacida leutikna.
- Dah bawang dah kapas tah barangna tah duitna.
- Daluang katinggang mangsi Susuganan katuliskeun aya jodo (waris).
- Dأ©sa maca cara nagara mawa tata Ngagambarkeun yأ©n kaayaan jeung adat kabiasaan di dأ©sa jeung kota (nagara) tأ©h bأ©da-bأ©da.
- Deugdeug tanjeuran pada ngadeugdeug pada nongton, jadi tongtonan kulantaran pinter dina kasenian.
- Deukeut deukeut anak taleus ari imahna mah puguh padeukeut, ngan hanjakal teu nyaho tibareto yen baraya.
- Dihin pinasti, anyar pinanggih baheula ditangtukeunana, ngan kakara ayeuna kalakonanana atawa kapanggihna.
- Dikungkung teu diawur, dicangcang teu diparaban Ari dipegat mah teu acan, ngan geus teu dipeutingan jeung teu dibalanjaan.
- Dipiamis buah gintung Disangka hade jeung bageur tapi buktina goreng jeung jahat.
- Dipiamis buah gintung disangka hade jeung bageur, tapi buktina goreng jeung jahat.
- Disakompet daunkeun, dihurun suluh dihijikeun bae, disaruakeun bae, teu dibeda beda.
- Ditangtang ditengteng dijieun bonteng sapasi Dialak ilik lantaran dianggap aneh.
- Ditilik ti gigir lenggik, disawang ti tukang lenjang, diteuteup ti hareup sieup lenjang jeung geulis pisan, pantes kewes.
- Dogdog pangrewong bantuan anu euweuh hartina, dina teu aya oge teu naon naon.
- Dogong dogong tulak cau, geus gede dituar batur ngantian jeung mahugi parawan ti keur leutik keneh, sugan diparengkeun ku nu kawasa jadi pipamajikaneun, na ari geus gede dikawin batur, atuh hese cape taya gawe.
- Dosa salaput hulu kacida loba dosana.
- Dulang tinande awewe mah nurutkeun bae, kumaha diaturna jeung diparentahna ku nu jadi salami.
- Duum tinggi ngabagikeun naon naon henteu kalawan adil aya nu loba, aya nu saeutik.
- Elmu ajug pinter ari mapatahan batur mah, tapi prak ku sorangan henteu.
- Elmu sapi samiuk (ngahiji) kana kagorengan.
- Elmu tumbila nu boga imah ngarugikeun ka tatamu.
- Elok bangkong nuju sakarat, ngan kari tunggu dawuh bae.
- Endog sapatarangan, peupeus hiji, peupeus kabeh kasusah atawa karerepet anu tumiba ka dulur, baraya atawa sobat, balukarna ngabingungkeun atawa nyusahkeun ka sarerea.
- Endog tara megar kabeh najan saindung sabapa hneteu sarua milikna, rejekina atawa darajatna.
- Galehgeh gado darehdeh tapi henteu terus kana hate.
- Gancang pincang kulantaran digawena buru buru jeung kurang ati ati hasilna teh teu nyugemakeun.
- Gantung denge hanteu terus bisa ngadengekeun hiji perkara jeung pohara hayangna neruskeun ngadengekeun.
- Gantung teureuyeun Hanteu terus daharna sabab dahareunana geus beak atawa daharna kapaksa kudu eureun heula ku lantaran aya dahareun nu didagoan.
- Gede gede kayu randu, dipakeke pamikul bengkung, dipake lincar sok anggang, dipake pancir ngajedig Ngeunaan ka jelema anu jangkung ahrelung tur dedeg ngan hanjakal gawena jeung karajinanana goreng.
- Gede gunung pananggeuhan Adigung kulanatran boga kolot atawa baraya baleunghar ataw jareneng.
- Gede gunung pananggeuhan Boga ahli atawa kawawuhan anu beunghar atawa jadi gegeden, dina urang aya karerepet atawa butuh ku pitulung, eta jalma bisa nulungan ka urang ku kabeungharan atawa kakawasaan.
- Getas harupateun, pingges harepan Gampang pisan nyalahkeun atawa ngahukum ka batur.
- Geulis sisi, laur gunung, sonagar huma Ari rupa mah tegep ngan dangong dusun meledug.
- Gindi pikir belang bayah Goreng hate, dolim, julig , dengki.
- Ginding kakampis Ari pake mah ginding ngan duit teu boga.
- Giri lungsi tanpa hina Nu luhur jeung nu handap sarua bae ulah dihina.
- Goong saba karia Datang sorangan ka anu keur kariaan sanajan hanteu di ondang, maksudna hayang dititah gawe sangkan seubeuh baranghakan.
- Gunung tanpa tutugan, sagara tanpa tepi Euweuh anggeusna, euweuh beakna.
- Gurat batu Pageuh kana jangji.
- Gusti Alloh tara nanggeuy dibongkokna Gusti Alloh tara nangtayungan ka mahlukna anu salah atawa boga dosa ka papada kawula.
- Hade gogog hade tagog Hade basa jeung hade tingkah lacuna.
- Hade ku omong goreng ku omong Omongan nu hade balukarna hade jeung omongan nu goreng, goreng deui balukarna.
- Halodo sataun lantis ku hujan sapoe Kahadean anu sakitu gedena tur lilana leungit pisan ku kagorengan atawa kasalahan sapoe.
- Hambur bacot murah congcot Goreng sungutna jeung sok mindeng nyarekan deuih tapi berehan sok daek barangbere dahareun.
- Hampang birit gampang jeung daekan dititah.
- Hanteu gedag bulu salambar Hanteu sieun atawa gimir saeutik eutik acan.
- Hapa hapa ge ranggeuyan Enya ari miskin tea mah, ngan lumayan da ari salaki mah boga.
- Hapa hapa ge ranggeuyan Miskin miskin oge da boga salaki nu ngurus jeung nangtayungan.
- Harewos bojong Harewos anu cukup tarikna, nepi kadenge ku jelema anu deukeut kalawan tetela pisan.
- Haripeut ku teuteureuyeun Gancang atoh dina meunangna rejeki, boh dahareun boh duit kalawan teu ngingetkeun balukarna ieu teh rejeki halal atawa haram.
- Harus omong batan goong Beja teh sasarina sok gampang jeung gancang nerekab, kulantaran umuna sok pabeja beja.
- Hayang untung jadi buntung teu papanggih ari jeung kauntungan mah, papanggih soteh jeung karugian anu sama sakali henteu diarep arep.
- Hejo tihang Resep jeung remen gunta ganti imah tempat atawa pagawean.
- Herang caina beunang laukna Maksud bisa kahontal kalawan beres teu aya pihak anu dirugikeun atawa dinyenyeri.
- Herang caina beunang laukna Nu dipikahayang bisa laksana tur teu nganyenyeri batur.
- Herang herang kari mata, teuas teuas kari bincurang Bareto mah beunghar ayeuna kari miskina.
- Heueuh heueuh bueuk Nyatujuan ari diluar mah, ngan bae henteu terus jeung hatena.
- Heureut deuleu pondok lأ©ngkah Ngagambarkeun sundek kanyaho ku sabab henteu rأ©a babandingan da kurung batok.
- Heurin ku letah Hayang jeung perlu ngabejakeun hiji perkara, ngan sieun pok kulantaran loba karisi/ karempan.
- Hirup ku panyukup gede ku pamere Hirup samahi mahi ku pamere batur bae, sabab teu purun hojah sorangan dina enggoning nyiar kipayah.
- Hirup nuhun paeh dirampes Rido pisan pasrah pisan, teu boga kahayang naon naon.
- Hirup ulah manggih tungtung, paeh ulah manggih beja Kudu bageur kudu hade laku lampah supaya alus kacaritakeunana.
- Hulu dugul dihihidan Nu keur senang tambang senang, nu keur untung tambah untung.
- Hunyur nandean gunung Nyaruaan ka jelema saluhureun harkatna atawa pangabogana.
- Hurung nangtung siang leumpang Ginding karana make papakean atawa perhiasan anu aralus.
- Ieu aing uyah kidul Boga rasa pangleuwihna ti pada batur, boh ngeunaan rupa, pangarti, pangaboga, pangkat atawa kakawasaan.
- Ilang along margahina, katinggang pangpung dilebok maung, rambutna salambar, getihna satetes, ambekanana sadami, agamana darigamana, kaula nyerenkeun Masrahkeun sagalagalana hadena gorengna, bagja cilakana (biasana sok dipake dina seserahan).
- Indung lembu bapa banteng Ti indung jeung bapa turunan menak jeung beunghar.
- Inggis batan maut hinis Pohara risina, pohara paurna.
- Inggis manan maut hinis, rempan batan mesat gobang Inggis jeung paur kabina bina.
- Ipis kulit beungeut Gede kaera.
- Iwak nangtang sujen Wani nyorang picilakaeun, pibalaieun atawa pibahayaeun.
- Jabung tumalapung sabda tumapalang milu nyaritakeun hiji perkara sakapeung nempasan omongan batur, nyeta nyeta siga nu nyaho, padahal teu nyaho nanaon.
- Jadi maung malang jadi panghalang, ngeunaan ka lalaki nu ngahalangan pijodoeun hiji awewe.
- Jadi sabiwir hiji jadi carita jalma loba.
- Jadi senen kalemekan mindeng dicaritakeun batur.
- Jaman cacing dua saduit jaman baheula pisan.
- Jati kasilih ku junti pribumi kaeehkeun ku urang asing.
- Jauh jauh panjang gagang hanas jauh jauh oge dijugjug, ngan hanjakal ku teu hasil.
- Jauh ka bedug anggang ka dayeuh dusun, teu nyaho di tata-titi, tidak tanduk, suba sita, duduga jeung peryoga.
- Jauh ka bedug dusun,bodo, euweuh kanyaho.
- Jawadah tutung biritna, sacarana sacarana unggal bangsa beda adat jeung kabiasaanana.
- Jegjeg ceker cape kulantaran leumpang ka dieu ka dieu.
- Jejer pasar lumrah bae, mun ka lalaki, kasep henteu, goreng henteu.
- Jeung leweh mah mending waleh leuwih hade wakca balaka ngedalkeun kahayang ti batan ngandung kabingung teu wani pok nyarita.
- Jogjog neureuy buah loa mikarep ka anu lain babad.
- Jogjog neureuy buah loa Milampah anu moal pihasileun.
- Ka luhur teu sirungan kahandap teu akaran Jelema nu jahat, julig jeung dengki mah moal jamuga, moal aya kamajuan boh ngeunaan pangkat, boh rejeki.
- Kaceluk ka awun-awun kawentar ka janapria, kakoncara ka mancanagara Kawentar pisan, kawentar kamana mana.
- Kaciwit kulit kabawa daging Kababawa, katarik kana hiji perkara, keukeuh milu susah, sanajan teu boga salah jeung henteu milu ulubiung perkarana.
- Kahieuman bangkong Ku ayana barang titipan di urang, urang teh nepi ka jiga beunghar katenjona ku batur mah padahal miskin teu boga nanaon.
- Kai teu kalis ku angin Unggal jelema awal ahir tangtu bakal pinanggih jeung kasusahan.
- Kajeun pait tungtung amis manan amis tungtung pait Tibatan ahirna matak susah, leuwih hade dicaritakeun ti heula naon anu matak pisusaheunana.
- Kajeun panas tonggong asal tiis beuteung Kajeun teuing cape gawe asal bisa dahar kalawan cukup.
- Kalapa bijil ti cungap Ngucah ngaceh rasiah sorangan anu matak cilaka.
- Kandel kulit beungeut euweuh caerأ،.
- Katempuhan buntut maung Batur anu salahna atawa anu boga dosana, tapi urang anu kudu nyanghareupan balukarna.
- Katumbukan catur kadatangan carita Loba anu embung sabab ngagedekeun jeung ngagugulukeun panyerewedan.
- Kawas anjing kadempet lincar Mere parentah ka batur teu kalawan sabar, malah bari ambek ambekan sagala.
- Kawas budak rodek hulu Teu ngupama, teu ngajenan, teu ngahargaan pisan.
- Kawas cucurut kaibunan Ngeunaan ka jelema anu matak sareukseuk panon.
- Kawas hayam keur endogan cilingcingcat bae, teu bisa cicing.
- Kawas hayam panyambungan Tacan nyaho di kaler kidul, kawantu anyar keneh aya di eta tempat.
- Kawas kacang ninggang kajang Ngomongna tarik tur gancang, biasana ngeunaan ka awewe nu keur ngambek bari nyarekan.
- Kawas kuda leupas ti gedogan Bingung ku kamerdekaan, terus sakama-kama nganteur kahayang, ngalajur napsu, kulantaran euweuh anu ngageuing atawa euweuh nu nyengker.
- Kawas lauk asup kana bubu Gampang asupna kana pagawean tapi pohara hesena hayang kaluar ninggalkeun eta pagawean.
- Kawas lauk asup kana bubu gampang meunangna jeung asup kana hiji pagawean, tapi hese kaluarna jeung negcagkeunana eta pagawean (masalah).
- Kawas nu mulangkeun panyiraman Sok nu lain lain, jeung hese ngayakeunana nu dipikayang ku jelema nu tereh ajal, kahayangna sabisabisa kudu dicumponan bae, sanajan matak ngarepotkeun ka ahlina/ kulawargana.
- Kawas siraru jadi Pabaliut ku tina lobana, ngeunaan ka jelema.
- Kawas wayang pangsisina Ngeunaan jelema nu goreng rupana.
- Kejo asak angeun datang Sapagodos jeung maksud urang, atuh teu talangke deui harita keneh dilaksanakeun.
- Keur meujeuhna bilatung dulang Laleutik keneh pisan keur meujeuhna bareuki dahar.
- Keur meujeuhna hejo lembok rambay carita Keur meujeuhna loba pakaya jeung loba rejeki.
- Keur nuju bentang surem keur sue,atawa tiis badan, lamun guna tani ku hama, lamun dagang terusterusan rugi bae.
- Kiceupna sabedug sakali Pohara lungguhna.
- Kiruh ti girang kiruh ka hilir Lamun anu di luhruna teu balageur jeung teu balener, tangtu nu dihandapna oge milu teu bener milu teu bageur.
- Kokoro manggih mulud puasa manggih lebaran Anu saumur -umur miskin tuluy dina hiji waktu pinanggih jeung kamulyaan atawa rejeki anu gede, sasarina sok kacemekanana nepi ka siga mangpang meungpeung.
- Kokoro nyoso, malarat rosa, lebaran teu meuncit hayam Kacida miskina.
- Kotok bongkok kumorolong, kacingcalang kumarantang = Lauk buruk milu mijah = Piritan milu endogan Pipilueun kana hiji kalakuan kulantaran kabawakeun ku batur, henteu kalawan kahayang sorangan, nepi ka goreng katenjona.
- Kudu bisa kabulu kabale Kudu bisa mawa awak.
- Kudu bisa ngeureut neundeun Kudu bisa nyukupkeun rejeki atawa pangala anu saeutik.
- Kudu bisa pindah cai pindah tampian Kudu bisa nyaluyukeun manأ©h jeung lingkungan anu anyar dicicingan.
- Kudu boga pikir kadua leutik Ulah sabongbrong teuing, kudu aya pikir rangkepan, kudu aya rasa curiga.
- Kudu hade gogod hade tagog Hade basa jeung hade tingkah lacuna.
- Kudu nepi memeh indit Kudu direncanakan kalawan asak.
- Kujang dua pangadekna Hiji pagawean anu ngandung dua rupa maksud.
- Kulak canggeum bagja awak Milik hade atawa goreng anu geus ditangtukeun ti ajalina keneh ku Gusti Nu Maha Suci.
- Kumaha bule hideungna bae Kumaha engke bae buktina, kumaha behna.
- Kumaha kejebur caina geletuk batuna kumaha jadina bae, henteu jadi pikiran.
- Kunang kunang nerus bumi Ramana geus teu jeneng deui, di putrana awal ahir aya nu jeneng cara ramana.
- Kuru cileuh kentel peujit Daek tirakat, ngadoakeun budak sangkan sangkan junun.
- Kurung batok teu resep nyanyabaan, ni’mat cicing diimah bae.
- Lain ku tulang munding kabeureuyan mah, ku cucuk peda arek cilaka mah ku kasalahan anu leutik oge bisa, teu kudu ku kasalahan anu gede bae.
- Lain lantung tambuh laku, lain lentang tanpa beja lain leumpang maladra Indit ti imah kalawan ngandung maksud anu tangtu, lain lapmah sakaparan paran henteu puguh anu dijugjug.
- Landung kandungan laer aisan Gede timbanganana, gede pangampurana.
- Langsung saur bahe carek Sok gampang ngagelendeng atawa nyarekan.
- Lauk buruk milu mijah = piritan milu endogan pipilueun kana hiji kalakuan ku lantaran kabawakeun ku batur, henteu kalawan kahayang sorangan, nepi ka goreng katenjona.
- Legok tapak genteng kadek Loba luangna pangalamanana jeung kanyahona.
- Leubeut buah hejo daun Keur meujeuhna loba rejeki, loba pakaya.
- Leuleus jeujeur liat tali pohara adilna, dina mutus hiji perkara tara beurat sabeulah, jeung loba pertimbanganana.
- Leunggeuh cau beuleum Teu lutreuk dina ngajalankeun hiji pagawean.
- Leutik burih euweuh kawani.
- Leutik cahak, gede cohok Ari panghasilan saeutik tapi ari pangaluaran mah gede.
- Leutik leutik ngagalatik Sanajan leutik awakna henteu jangkung tur gede, tapi leber ku wawanen.
- Leutik ringkang gede bugang Jelema mah teu beunang disapirakeun sabab sanajan leutik warugana, dina aya papaitna atawa bobor karahayuan mah bisa jadi kasusah sarerea.
- Leuwi jero beunang diteuleuman, hate jelema najan deet teu kakobet Hade gorengna pikiran jelema hese dikira kirana.
- Lieuk euweuh ragap taya Teuing ku miskin nepi ka teu boga naon naon.
- Loba teuing jaksa loba teuing anu pinter nu ngatur jeung mapatahan, balukarna matak bingung nu dipapatahan.
- Lodong kosong ngelentrung Kalah ka loba omong bae, ari pangartina mah euweuh.
- Luhur kuta gede dunya Gagah tur beunghar taya kakurang.
- Luncat mulang Teu beunang dicekelan omonganana, ayeuna kieu engke mah kitu.
- Lungguh tutut Katenjona siga lungguh tapi saenyana mah henteu.
- Malengpeng pakel ku munding, ngajul bulan ku asiwung Ngajalankeun (mikarep) hiji perkara anu taya pihasileunana.
- Maliding sanak Henteu adil, pilih kasih.
- Mangpengkeun kuya ka leuwi Nitah mulang ka lemburna, atawa nitah pindah ka tempat bali geusan ngajadi.
- Mapay ka puhu leungeun Mamawa ka kolot atawa ka guru, turtaning kolot atawa guru mah teu nyaho naon naon jeung euweuh patalina saeutik eutik acan.
- Marebutkeun paisan kosong Marebutkeun hiji perkara anu teu aya hasilna atawa mangpaatna.
- Maut nyere ka congona Keur ngora senang, tapi ari ka kolotnakeun susah.
- Melengkung bekas inhalan Ari keur ngora keneh bageur tapi kakolotnakeun jadi teu bageur.
- Mere langgir kalieun Mere naon naon anu bisa jadi aya pisusaheunana atawa pibahlaeunana.
- Meuli teri meunang japuh = nyair hurang meunang kancra kalawan teu disangka sangka meunang milik, darajat atawa kauntungan anu leuwih gede.
- Meungpeun carang ku ayakan Nyaho yen batur teh salah atawa migawe anu dilarang ku Nagara, tapi teu kitu kieu kalahka api api teu nyaho.
- Meungpeung teugeu harianeun Embung pisan tutulung ka batur nu keur susah atawa loba kabutuh.
- Miceun batok meunang coet Miceun nu goreng kulantaran hayang meunang anu alus, tapi tungtungna meunang nu goreng deui bae.
- Mindingan beungeut ku saweuy ari hate goreng, ngan budi parangi marahmay, perluna pikeun mindingan hate nu goreng tea maksudna supaya ulah kaciri tea.
- Mipit teu amit ngala teu menta Maling boga batur.
- Miyuni hayam kabiri Leutik burih babari sumerah eleh atawa lalaki nu babari sumerah ka awewe.
- Moal ceurik menta eusi Keun bae mawa wadah anu gede oge da lain hayang loba diberena.
- Moal neangan jurig teu kadeuleu arek nyekel jelema nu aya bae, moal neangan jelema nu euweuh.
- Mobok manggih gorowong Aya lantaran pikeun ngalaksanakeun kahayang anu henteu gampang pihasileun.
- Mobok manggih gorowong meunang jalan pikeun ngalaksanakeun kahayang.
- Monyet kapalingan jagong Tukang maling kapalingan, tukang tipu katipu, tukang ngarah nagrinah karoroncodan.
- Mopo memeh nanggung Hoream, teu sanggup samemeh prak.
- Mun teu ngakal moal ngakeul mun teu usaha moal pinanggih jeung rejeki pibekeleun hirup.
- Ngajul bulan ku asiwung, mesek kalapa ku jara usaha anu mubadir, moal ngadatangkeun hasil (asiwung; kapas nu geus diberesihan sikina, biasana dipake keur mayit nutupan liang-liangan).
- Ngadu angklung di pasar papaduan nguruskeun nu euweuh mangpaatna di hareupeun jalma loba.
- Ngadu ngadu rajawisuna mawakeun omongan si a ka si b jeung sabalikna, temahna si a jeung si b pasea, parerea omong.
- Mun teu ngoprek, moal nyapek. Mun teu ngakal moal ngakeul. Mun teu ngarah moal ngarih Lamun teu digawe niar kipayah tangtu pisusaheun pikeun hirup.
- Muncang labuh ka puhu, kebo mulih pakandangan Mulang ka lemburna sabada mang taun taun aya di pangumbaraan/ panyabaan.
- Mupugkeun tai kanjut Ngetrukeun pangaboga dina waktuna nyunatan atawa ngawinkeun anak anu kacida dipikameumeutna.
- Naheun bubu pahareup hareup dina pangabutuh silih injeuman duit.
- Nangkeup mawa eunyeuh mawa cilaka ka jelema anu dipentaan tulung jeung geus nulungan ka urang.
- Nangtung kariung ngadeg karageman Ngariung rarageman ngabadamikeun hiji perkara.
- Nepak cai malar ceret Ngomongkeun jeung ngagogoreng batur, supaya batur teh ragrag ngarana jeung kawentar kagorenganana.
- Nepakeun jurig pateuh Puguh urang nu goreng tapi kagorengan urang teh ditamplokeun ka batur sangkan urang sorangan salamet.
- Nete porot ngeumbing lesot Cukup ari ihtiar mah kalawan mangrupa rupa akal tarekah tapi teu hasil bae.
- Nete semplek nincak semplak Kieu salah kitu salah.
- Nete semplek nincak semplak Ninggang dina salah jeung rugi bae, turug turug kasusah nambahan deuih.
- Nete taraje, nincak hambalan Kudu merenah, lamun aya uruskeuneun teh urang kudu datang ka nu handap heula, kakara terus kaluhur.
- Neukteuk curuk dina pingping Ngadakwakeun nu lian, tapi nu ngadakwakeunana meula susah, sabab milu katarik kana perkara, milu adu hareupan jeung hakim.
- Neukteuk mani anggeus, rokrok pondokeun peunggas harupateun Heuras hatena teu sabar dina nyanghareupan rupa rupa kasusahan jeung babari luluasan.
- Neundeun piheuleut nunda picela Neangan pilantaraneun supaya jadi goreng supaya temahna papisahan teu ngahiji deui.
- Ngabأ©jaan bulu tuur Ngabأ©jaan jalma nu geus nyahoeun.
- Ngabudi ucing teu wani nembongkeun atawa ngedalkeun kahayang atawa kadeudeuh.
- Ngadagoan kuah beukah Ngadagoan pasesaan kadaharan (Hal ieu ngan wungkul tukang babantu di imah batur bae, anu saenyana mah ayana tukang babantu teh henteu perlu).
- Ngadagoan uncal mabal Ngadagoan jeung mikahayang kana rejeki tapi sungkan ihtiar pikeun ngadatangkeun eta rejeki.
- Ngadaweung ngabangbang areuy pohara nineungna kana jaman nu geus kasorang nepi ka matak waas pacampur jeung sedih.
- Ngadek sacekna, nilas saplasna Ngomong/nyarita anu teu dileuwihan atawa dikurangan.
- Ngadeupaan lincar ngadeukeutan anu keur sidekah atawa kariaan, supaya katenjo ku anu boga imah jeung diajak dahar.
- Ngagandong kejo susah nyatu loba ari titaheun mah boh anak boh bujang ngan hanjakal ku hese nitah, euweuh nu daekeun ari dititah teh.
- Ngagedag bari mulungan Nanyakeun hiji perkara ka batur anu urang tacan nyaho, tapi embung kanyahoan yen urang tacan nyaho, kulantaran kitu api api geus nyaho bae.
- Ngaliarkeun taleus ateul ngabeja bejakeun kagorengan atawa kajahatan batur.
- Ngaliarkeun taleus ateul Ngabeja bejakeun kagorengan batur atawa kajahatan anu lian.
- Ngarep ngarep bentang ragrag Ngarep-ngarep nu pamohalan bakal kasorang atawa kajadian.
- Ngarep ngarep kalangkang heulang Ngarep ngarep hiji perkara anu kacida banggana jeung sudah pihasileunana.
- Ngawur kasintu, nyieuhkeun hayam ngaraeh jeung darehdeh ka deungeun, sabab hayang kapuji, tapi teu nolih jeung nyapirakeun ka dulur atawa ka baraya sorangan.
- Ngeplek jawer, ngandar jangjang, miyuni hayam kabiri Leutik burih, borangan, sieunan, kecing.
- Ngeduk cikur kedah mihatur nyokel jahe kedah micarek Lamun nyokot hiji hal kudu saidin anu boga.
- Ngeupeul ngahuapan maneh Lungas lengis mikawelas mikaasih ka diri sorangan, supaya batur welaseun jeung nulungan ka urang.
- Nginjing sila, bengkok sembah goreng hate, teu satia ka anu jadi pamingpin atawa dunungan.
- Ngodok liang buntu hese cape taya gawe, susah payah taya guna sanajan tihothat oge moal atawa henteu beubeunangan.
- Ngodok liang jero Teu hasil enggoning nyiar rejeki, kaditu kadieu luput bae.
- Ngukur ka kujur nimbang ka awak Ngaluarkeun duit pikeun kaperluan hirup, pakan, pake jste disaluyukeun jeung pangala.
- Ngukut kuda kuru ari geus gede sok nyepak Ngukut bujang anu tadina pohara balangsakna, susak dahar susah make, tapi ari geus mulya awak lintuh jeung pake hade, ngalawan ka anu jadi dunungan.
- Ngusap birit bari indit kulantaran ambek nyedek atawa era paraa, leos bae indit, teu amit heula ka anu araya didinya.
- Nimu luang tinu burang Nambahan luang atawa pangarti waktu keur pinanggih jeung kacilakaan atawa hukuman.
- Nincak parahu dua Ngadunungan ka duaan atawa boga dua pausahaan.
- Ninggang kana kekecrekna Keur mah goreng rupana, goreng laku lampahna deuih.
- Nini nini dikeningan, awewe randa dihiasan Ngamahalkeun barang naon bae anu geus ruksak.
- Noong ka kolong Leutik hate, leutik pangharepan.
- Nu asih dipulang sengit, nu haat dipulang moha nu hade jeung loba jasana ka diri urang, dinyenyeri ku urang, ku omongan atawa ku kalakuan anu goreng.
- Nu borok dirorojok = nu titeuleum disimbeuhan nu keur susah ditambah kasusahanana, nu keur nyeri ditambah kanyerina.
- Nu borok dirorojok, nu titeuleum disimbeuhan Nu keur susah ditambah deui kasusahna.
- Nu burung diangklungan, nu edan dikendangan ngahaminan omongan atawa carita batur, sanajan ceuk hate sorangan eta omongan atawa carita teh salah.
- Nu tani kari daki, nu dagang kari hutang Nu tani jeung nu dagang sarua ripuhna, euweuh nu mulya.
- Nuju hirup ninggang wirahma Ngeunaan ka jelema anu keur alus milik.
- Nuturkeun indung suku Leumpang sakaparan-paran, ku sabab henteu puguh tujuan.
- Nulungan anjing kadempet nulungan jelema nu teu boga pisan rasa tumarima.
- Nya di hurang nya dikeuyeup Di unggal jelema oge taya bedana, sarua bae, mungguhing wiwirang atawa katugenah hate mah boh di menak boh disomah sarua bae.
- Nya ngagogog nya mantog Nya nitah ka batur nya prak kumanehna.
- Nya picung nya hulu maung Nu nanya jeung nu ngajawab teu sapagodos, pananya jeung jawaban pasalia, henteu nyambung.
- Nyaeuran gunung ku taneuh, sagara ku uyah nambahan kauntungan atawa kakayaan ka anu geus beunghar.
- Nyair hurang meunang kancra Sugan the rek meunang kauntungan, kamuliaan atawa bagja anu leutik manahoreng meunang kauntungan atawa bagja anu gede.
- Nyaliksik ka buuk leutik Nyusahkeun, peperedih atawa pepentaan ka jelema anu sahandapeun darajatna jeung pangabogana.
- Nyalindung ka gelung Milu hirup ka pamajikan anu loba pakayana.
- Nyanggakeun suku genteng belokeun, beuheung teukteukeun, disiksik dikunyit kunyit, dicacag diwalang walang Sumerah, masrahkeun diri rek dibeureum rek dihideung kari kumaha didinya bae, dina rumasa geus salah atawa rumasa boga dosa.
- Nyanghulu ka jarian Ngawula ka jelema anu sahandapeun harkatna atawa pangartina.
- Nyaur kudu diukur nyabda kudu di unggang Nyarita kudu pas, eces, ngabogaan harti.
- Nyeri beuheung sosonggeteun Pohara ngarep ngarepna, tapi anu diarep arep teu jol bae datang.
- Nyeungeut damar di suhunan mintonkeun kakayaan, atawa barangbere supaya dipuji.
- Nyeungseurikeun upih ragrag Akey akeyan nyeungseurikeun batur, dumeh buuk geus bodas huntu geus ompong, tonggong geus bengkung turtaning ieu the kahareup mah ku urang sarerea bakal kasorang.
- Nyiar batuk piaraheun Nyiar pigujrudeun, pipaseaeun.
- Nyicikeun cai, murulukeun lebu turun cadu (cacaduan), pantang ngalampahkeun hiji perkara anu dilarang ku luluhur.
- Nyieun catur taya dapur nganggit hiji dongeng nu teu aya galurna.
- Nyieun heuleur jeroeun huma Henteu raket jeung dulur pahare-hare bae.
- Nyieun pucuk ti girang pangheulana neangan piaseaeun.
- Nyiruan mah teu resepeun nyeuseup nu pait Lumrahna manusa teu resep reureujeungan jeung nu teu boga.
- Nyiuk cai ku ayakan Pagawean nu mubadir, moal ngahasilkeun naon naon.
- Nyium bari ngegel Omongannana hade ngan hate jeung maksudna goreng . Salakina dipisobat ari pamjikanana dibogohan atawa sabalikna.
- Nyokot lesot ngeumbing porot Teu aya usaha anu ngahasilkeun.
- Nyolok mata buncelik nganyenyeri, ngahina atawa ngawiwirang di hareupeunana.
- Nyuhun nanggung ngelek ngegel Rebo pisan, babawaanana loba naker.
- Nyuhunkeun bobot pangayon timbang taraju Menta pangampura jeung menta timbangan da geus puguh rumasa ari salah jeung dosa mah.
- Nyukcruk walungan mapay mapay wahangan Kalawan taliti pisan nalungtik luluhur, imeut pisan pancakakina.
- Omong harus batan goong Beja the gancang naker nerekabna, malah sasarina mah beja anu nerekab teh leuwih hebat batan aslina.
- Owah gingsir Hanteu tetep, henteu ajeg, gunta ganti pamadegan.
- Paanteur-anteur julang silih anteur nepi ka aya dua tilu kalina.
- Pacikrak ngalawan merak Tangtu elehna sabab nu leutik ngalawan anu gede.
- Pada rubak sisi samping Sarua bae pada loba luangna, pada loba pangalamanana.
- Pagirang girang tampian Paunggul unggul dina neangan pangupa jira (Paunggul unggul nyiar rejeki, teu daek silih seblokan).
- Paheuyeuk heuyeuk leungeun Silih bantuan, silih belaan, silih tulungan.
- Pait daging pahang tulang Arang gering.
- Pait daging pahang tulang cageur teu keuna ku panyakit naon bae.
- Pakotrek iteuk Laki rabi ti ngongora napi kakolot pisan, pada pada geus jadi aki-aki nini-nini.
- Paluhur luhur diuk pagede gede kauntungan dina nyiar kipayah.
- Panday tara bogaeun bedog Sasarina ari tukang mah sok tara bogaeun.
- Papadon los ka kolong Cidra jangji, teu nedunan jangjina.
- Peureum kadeuleu beunta karasa Inget bae, teu bisa poho. Biasana mah lain kana barang tapi ka jelema anu dipikancinta.
- Piit ngeundeuk ngeundeuk pasir mikarep kaanu lain babadna, tangtu moal kasorang.
- Pindah cai pindah tampian Robahna tempat matuh robah adat jeung kabiasaan.
- Pinter aling laing bodo Pinter tapi embung kanyahoan ku batur, kusabab eta nyeta nyeta anu bodo.
- Pipilih meunang nu leuwih koceplak meunang nu pecak Milih kalawan ati ati pisan ku lantaran hayang meunang nu leuwih hade, ngan ahirna meunang nu leuwih goreng.
- Piruruhan katengahimahkeun Nu dusun didikan dibawa kana pasamoan.
- Poأ©k mongklأ©ng buta rajin (atawa buta radin) Poأ©k pisan.
- Pondok jodo panjang baraya Saha ogأ© jodoh urang silaturahmi kudu tetep dijaga.
- Pupulur memeh mantun Menta ganjaran memeh aya jasa atawa menta buruhan memeh prak digawe.
- Pur kuntul kari tunggul, lar gagak kari tunggak, tunggak kacuwatan daging Dina cidrana anu diborehan, boreh anu katempuhan, kudu mayaran hutang anu dipangnanggungkeun.
- Puraga tamba kadengda Migawe hiji pagawean henteu jeung enya enya. Henteu ngandung maksud supaya hade hasilna ieu mah pada ulah dipaido bae.
- Raweuy beuweungeun rambay alaeun Loba dahareun da loba pepelakan.
- Rumbak caringin di buruan dina hiji kasusah atawa karerepet geus boga teu boga kolot anu mepelingan ka urang.
- Rumbak kuntieun Henteu lengkep, aya bae anu kurang nu matak cua kana hate.
- Rup ku padung rap ku lemah, katuruban ku taneuh beureum Maot. Sasarina ngeunaan kanyeri anu satungtung hirup moal poho sanajan nepi ka maot.
- Rusuh luput gancang pincang Migawe naon bae anu rurusuhan, temahna matak kaduhung sabab hasilna teu matak nyugemakeun.
- Sabobot sapihanean Sauyunan, sapapait samamanis sabagja sacilaka.
- Sabuni buni anu ngising sanajan dibunian atawa disumputkeun oge ari laku lampah anu goreng mah awal akhir sok kudu kanyahoan bae.
- Sagalak galakna macan taru nyatu anakna sanajan pohara bengisna nu jadi indung-bapa, umuna tara tega ka anu jadi anak.
- Sagolek pangkek sacangreud pageuh Hanteu cidra kana jangji.
- Saherang herangna cai beas Galibna hate teh hese pisan beresihna ka jelema anu geus bukti tas nganyernyeri ka urang.
- Saherang herangna cibeas, moal herang cara cisumur Sasarina lamun geus aya pacengkadan sok tara hade deui cara bareto samemeh aya pacengkadan.
- Sakecap kadua gobang Gampang ngambek jeung gampang ngadek deuih.
- Sakiriciking duit sakocopoking bogo Naon bae anu matak narik kana hate urang.
- Saluhur luhur punduk tara ngaliwatan hulu Sapinter pinterna murid pangartina moal ngaluhuran guru.
- Samar polah samar rasa Henteu puguh tingkah upamana ku sabab tepung jeung jalma anu dipikacinta tapi kakara disidem dina hatأ© baأ©, tacan bruk-brak
- Sangsara di geusan betah Teuing ku miskin, teu boga naon naon pisan kulantaran geus embung digawe nyiar kipayah. Anehna the ari hirup mah hayang keneh.
- Sapu nyere pegat simpay Paturay papisahan.
- Sareundeuk saigel sabobot sapihanean sabata sarimbangan Sauyunan, layeut, tara aya pacengkadan.
- Satengah buah leunca Teu jejeg ingetan, langlang lingling, kurang saeundan.
- Satungtung deuleu Ngagambarkeun anu upluk-aplak lega pisan
- Saumur nyunyuhun hulu Saumur hirup rumingkang di bumi alam.
- Saungkab peundeuy Omongan anu pondok tur kurang manis.
- Sengserang padung Ngeunaan awewe atawa lalaki anu boga keneh napsuna cara baheula keur ngora keneh, sasarina aya di jelema nu geus kolot, nu tereh paeh.
- Sentak badakeun teu ceehan dina gawe, mimiti pohara getolna, tapi beuki lila beuki ngedul nu tungtungna teh diantep teu dipigawe pisan.
- Sereg di panto logor di liang jarum nyingkahan hirup kumbuh jelema loba, sabab loba dosa, loba kasieun jeung kaera, betahna dinu suni nu teu aya jelema.
- Sereg dibuana logor diliang jarum Kulantaran loba kasalahan atawa dosa, embung cicing di nu rame, sabab sieun, karesepna the di nu suni, nu euweuh jelema.
- Seukeut ambeu seukeut deuleu loba mata-matana jeung pinter nyusud perkara (keur pagawean pulisi).
- Seukeut tambang manan gobang Sakumaha gagahna wanina jeung ngalawana oge jalma jahat mah awal ahir tangtu katangkep pulisi.
- Seuneu hurung cai caah Keur ambek, keur amarah, keur napsu.
- Seuneu hurung dipancaran Nu keur napsu, heug ditambahan pisan pikakeuheuleun, tangtu bae ngambekna jadi tambah.
- Seungit angin-anginan Seungit pisan meleber ka mana-mana
- Seuseut batan neureuy keueus Hese pisan.
- Sibanyo laleur Ledis pisan, teu nyesa saeutik eutik acan.
- Silih jenggut jeung nu gundul Mأ©nta tulung ka papada anu sarua butuhna atawa sarua papada henteu boga.
- Sirung ngaliwatan tunggul Darajat atawa milik anak ngaliwatan bapa.
- Sosoroh ngadon kojor Kikiriman ku lantaran aya pangarahan tapi boro boro meunang kauntungan, kalahka meunang wiwirang jeung karugian.
- Tamiang meulit ka bitis Malindes ka diri sorangan.
- Tamplok batokeun Berehan teuing nepi ka urang mah susah.
- Taraje nangeuh dulang pinande Saban tugas kudu dilaksanakeun kalawan alus sarta bener.
- Taya tangan pangawasa Jiga anu dipupul bayu, henteu boga tanaga.
- Taya halodo panyadapan taya eureuna digelendeng atawa di dicarekan (Terus bae digelendeng atawa dicarekan).
- Teng anak teng, anak merak kukuncungan sipat-sipat nu aya di anak, babakuna nu hadena, sasarina loba anu diturunkeun ku kolotna.
- Teu aya sarebuk samerang nyamu Teu aya saeutik eutik acan.
- Teu beunang dikoet kunu keked Teuing ku koret, tara pisan tutulung ka nu butuh tatalang ka nu susah.
- Teu boga pikir rangkepan Teu boga curiga saeutik eutik acan.
- Teu busik bulu salambar teu regrog regrog, malah unggul dina juritna.
- Teu cari ka Batawi tapi ka salaki hakan pake hayang ti salaki.
- Teu diambeuan teu dipikarisi, teu dipikagimir, teu dihargaan/diajenan.
- Teu didingding kelir teu dibuni buni, ditembrakeun bae, teu dirasiahkeun.
- Teu dipiceun sasieur Sarua pisan teu aya bedana saeutik eutik acan.
- Teu ditari teu ditakon Teu dipalire diantep bae, teu ditanya tanya acan.
- Teu gugur teu angina Samemeh kajadian naon naon, teu aya pisan beja, lantaran atawa ciciren.
- Teu jauh ti tihang juru teu anggang ti tihang tengah Nya goreng rupana nya goreng kalakuanana sok daek pulang paling.
- Teu mais teu meuleum teu aya patalina pisan, teu pipilueun.
- Teu ngalarung nu burung, teu nyesakeun nu edan ngalajur napsu ka awewe, ka anu halal jeung anu haram oge disaruakeun bae.
- Teu nginjeum ceuli teu nginjeum mata Ngadenge jeung nenjo sorangan lain cenah jeung baruk.
- Teu nyaho di alip bingkeng bodo teu bisa maca-maca acan, da teu sakola.
- Teu puguh alang ujurna teu puguh entep seureuhna, teu beres lain kitu kuduna.
- Teu wawuh wuwuh pajauh, teu loma tambah paanggang Sing wawuh tur sing loma sabab balukarna alus pisan.
- Teui hir teu walahir, teu kakak, teu caladi teu aro aro acan Teu baraya, teu kaka, teu adi teu alo alo acan. Deungeun deungeun tulen.
- Ti luhur sausap rambut ti handap sahibas dampal Menta dihampura tina rumasa geus salah atawa boga dosa.
- Ti peuting kapalingan ti beurang kasayaban Sababaraha kali karurugian atawa karoroncodan.
- Tiis ceuli herang mata ngeunah hate kulantaran ngeunah deudeuleuan jeung dedengean.
- Tikoro andon peso ngadeukeutan jelema nu bakal ngahukum atawa nganyenyeri ka diri urang.
- Tinggar kalongeun Teu sieun atawa teu nurut kulantaran remen teuing digelendeng atawa dicarekan.
- Tipu keling ragaji Inggris pinter dina kajahatan, pinter dina ngbobodo atawa nipu.
- Titip diri sangsang badan Mihapekeun maneh.
- Titirah ngadon kanceuh sejana nyiar kasenangan, tapi jadina pinanggih jeung kasusah nu leuwih gede.
- Totopong heureut dibeber beber, tangtu soeh nyukupan ku pangala nu sakitu saeutikna, tangtu bae matak jadi susah, lamun rejeki atawa pangala saeutik, ari keperluan jeung pangaluaran anu sakitu lobana.
- Tugur tundang cuntang gantang Ngajalankeun pagawean pikeun Nagara, babakti ka nagara.
- Tunggul dirarud catang dirumpak Euweuh anu dipikaserab, terus bae ngalajur napsu.
- Tunggul sirungan, catang supaan Aya kajadian anu goreng atawa matak teu genah ahirna.
- Tungkul ka jukut tanggah ka sadapan junun nyanghareupan pagawean anu dipilampah, teu kaganggu ku naon naon.
- Ulah beunghar memeh boga ulah adigung nyeta nyeta anu beunghar, turtaning henteu atawa tacan boga pakaya.
- Ulah cara ka kembang malati kudu cara ka picung Ulah sok bosenan ari ka pamajikan teh, hadena mah ti keur ngora keneh nepi ka geus kolot teh, lain beuki lila beuki bosen tapi kudu beuki lila beuki welas asih.
- Ulah cara ka malati kudu cara ka picung Ulah ngurangan kanyaah kudu beuki lila beuki nyaah.
- Ulah kabawa ku sakaba-kaba ulah kabawa ku nu teu puguh, maksudna kabawa jurig, dedemit.
- Ulah keok memeh dipacok Ulah sieun saacan ngalakonan.
- Ulah leutik hatأ© Ulah sieun atawa putus pangharepan.
- Ulah lunca linci luncat mulang udar tina tali gadang, omat ulah lali tina purwadaksina Kudu nuturkeun أ©tika anu aya.
- Ulah muragkeun duwegan ti luhur masing nyaah kana rejeki meunang hese cape ladang kesang, pacuan arek dimonyah monyah.
- Ulah ngaliarkeun taleus ateul Ulah nyeubarkeun fitnah.
- Ulah ngukur baju sasereg awak Ulah menyimpulkan nurutkeun diri sorangan
- Ulah pagiri- giri calik, pagirang- girang tampian Ulah rebutan kakawasaan
- Ulah pangkat memeh jeneng Ulah adigung adiguna hayang nyaruaan ka nu geus jeneng.
- Ulah tiis tiis jahe kudu iatna, kudu cingceung.
- Ulah unggut kalinduan ulah gedag kaanginan Ulah kagoda, ulah kaganggu atawa kabengbat ku rypa rupa, lamun urang keur nyanghareupan hiji maksud anu hade.
- Uncal tara ridu ku tanduk Duduluran karumpul kabeh.
- Ulah nyaliksik ku buuk leutik Ulah nyangsarakeun rakyat leutik.
- Uyah tara tees kaluhur Galibna sipat indung bapa anu harade atawa anu goreng sok diturunkeun ka anak incuna.
- Waspada permana tingal Bisa nyaho kana naon naon anu bakal kajadian.
- Wiwirang di kolong catang nya gede nya panjang wiwirang nau pohara gedena.
Conto Puisi Basa Sunda
Di handap ieu conto puisi basa sunda kategori "Rarakitan" jeung "Paparikan":
Rarakitan
Hayang teuing aromanis
Teu bisa ngalaanana
Hayang teuing kanu geulis
Teu bisa menangkeunana
Sing bageur ka unggal tamu
Nu asal na ti nagri Barat
Sing getol neangan elmu
Nu guna dunya aherat
Paparikan
Ka Cijati ka Cikarang
Balik na ka Majalengka
Mun urang tara sembahyang
Pasti asup ka naraka
Talitung talina benang
Mobil beureum diguratan
Satungtung teu acan beunang
Moal eureun disuratan
Langganan:
Postingan (Atom)