Rabu, 05 Juni 2013

Moral Decadence of Youth | Pidato Bahasa Inggris

Respected Master of Ceremony
Honorable Judges
And all my beloved friends, How are you?

Before going on my speech, it`s better for us to thank God Allah for His Mercy and Blessing, that we can meet here to attend the English Speech Contest.

Peace and salutation may be sent to the last messenger of Allah, our propeth Muhammad SAW, who has shown us the right way of Islam.

I`m happy very much to stand up here in this good opportunity.Thank you dear MC for your kindness by giving me chance to speak in front of you all.

Well, I`m going to try my best to speak about: “Moral Decadence of Youth

Brothers and sisters,,,

Let me first ask you a question, What is youth? Youth is the state or time being young. So, I think someone between 12 until may be 30 years old is considered a youth, like us today.

Many people say that youth is very important period in our life time, Why?! Because it`s the transitional period between childhood and maturity. This period is also very important because it`s determines the rest of our life.

Youth is often called “The Hope of The Nation”, because they will substitute their parents to be the leaders of the society in the coming years.

But today, My beloved teachers and friends, we see the sad reality of our young generation. Many of them don`t relize their important role and what should they do to face their future. They prefer spending day and night for useless activities wandering anywhere, dancing in the pub, or singing in the pavement of the street. Worse even, many of them are involve in crimes, have free sex, misuse the drugs, and many other bad behavior.

We may wonder, Why can this situation happen? Why do the young generation prefer going out from their houses rather than staying at home to study or praying in the mosque? I think one of the reasons because they don`t get enough attention from their parents. Their parents are too busy looking for money, that they neglect the care for their children.

Well, we understand that money is important. But it`s not every thing to satisfy their needs. Do you think the youth only need money? No!! They also need their parents`s care, love, and attention beside money.

My beloved friends,,,

The next reason why the young generation are in the moral decadence because they are lack of religious education. I think if they got enough religious education, the condition would be different. Why do I say so? Because we know that religion is the inner power in their body, that can prevent them from being involved into bad moral and behavior.

So Ladies and Gentlemen, What must we do? How to solve this problem? Must we keep silent and let the condition go on forever? Of course not!!!

We must make the parents and their children understand Islam better. By having it, they will be closer to their children, give them the good exsample, and pay attention to their needs. The children will also honor and obey their parents and have the preventive power to keep them selves away from the moral decadence.

From now on, Let`s motivate our selves to change the condition to prepare the better future of our nation.

My beloved friends,,,

This is the end of my speech, let`s be the hope of our religion and nation.! Ibeg your pardon if you find some mistake, thank you for your attention, and see you later…

Demikian teks pidato untuk the English Speech Contest, mudah-mudahan jadi referensi bagi yang mencarinya. Koleksi lain silahkan baca Pidato Bahasa Inggris For Speech Contest about Science Technology.

Sabtu, 01 Juni 2013

Manfaat Media dalam Kegiatan Pembelajaran | Artikel

Media sebagai sumber pembelajaran erat kaitannya dengan guru. Guru tidak hanya memiliki pengetahuan tentang media, tetapi haras trampil memilih, menggunakan serta kalau memungkinkan guru harus mampu menciptakan, merancang dan membuat media sendiri. Memilih dan menggunakan media perlu memperhatikan aspek tujuan, materi, metode dan evaluasi.

Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa, membantu siswa belajar secara optimal. Tetapi di samping itu ada beberapa manfaat lain yang lebih khusus. Kemp dan Dayton (Yamin, 2007: 178-181) mengindentifikasikan delapan manfaat media dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

(a)Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan, (b)Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, (c)Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif, (d)Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi, (e)Proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, (f)Sikap positif siswa terhadap bahan pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan, (g)Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.

Dengan demikian menggunakan media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi, memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa, membangkitkan motivasi dan minat siswa sehingga dapat mempelancar proses dan hasil belajar.

Menurut Hamalik (Arsyad, 2003:15-16) dikemukakan bahwa:

Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pengajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi.

Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS sangat terkait dengan kemampuan guru dalam memanfaatkan media yang tersedia untuk kebutuhan siswanya. Siswa dilatih menjadi terampil dan penuh pengalaman dalam menggunakan media. Proses pembelajaran yang didukung oleh media dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar, sejumlah tujuan belajar yang dapat diwujudkan guru dalam kegiatan belajar yakni:

"(a)Menjadi anak-anak, bergembira dan riang dalam belajar, (b)Memperbaiki berfikir kreatif anak-anak sifat keingintahuan, kerjasama, harga diri dan rasa percaya pada diri sendiri, khususnya dalam menghadapi kehidupan akademik, (c)Mengembangkan sikap positif anak-anak dalam belajar, (d)Mengembangkan afeksi dan kepekaan terbadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungannya, khususnya perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial dan teknologi." (Sumantri dan Permana, 1998/1999: 21)

Tujuan belajar merupakan komponen dalam pembelajaran. Semua komponen pembelajaran lainnya seperti pemilihan materi atau bahan pembelajaran, kegiatan guru dan siswa, pemilihan media serta penyusunan tes, akan bertolak dalam proses pembelajaran. Dengan memahami tujuan belajar dapat membantu guru dalam kerangka membantu siswa meletakkan dasar-dasar kehidupan ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungamiya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan mereka selanjutnya.

Selanjutnya Sumantri dan Permana (1998/1999: 181) mengemukakan prinsip-prinsip dalam pemilihan media:

"(a) Memilih media harus berdasarkan pada tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan, (b) Memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, (c) Memilih media harus disesuaikan dengan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat, (d) Memilih media harus memahami karakteristik dari media itu sendiri."

Sedangkan manfaat media bagi siswa dapat memungkinkan mengamati peristiwa yang langka dan sukar dicapai. Contohnya peristiwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 akan sulit disaksikan. Tetapi melalui media film atau foto kita dapat menyaksikan peristiwa tersebut, seolah-olah kita dekat dengan peristiwa itu.

Membahas Belajar dan Pembelajaran | Makalah Artikel Pendidikan

Pengertian belajar (Fontana,1981:147) adalah “proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman”. Kegiatan belajar merupakan aktivitas sehari-hari yang umum dilakukan oleh setiap manusia, baik anak-anak, orang dewasa maupun orang tua. Belajar dapat dilakukan di sekolah , di rumah, di lingkungan masyarakat, dan tempat-tempat lain seperti di museum ataupun perpustakaan.

Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian belajar, antara lain dikemukakan oleh :

a. Witherington (Syaodih , 2005 : 155) mengungkapkan "belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan."

b. Hilgard (Syaodih , 2005 : 156) mengungkapkan "Belajar adalah suatu proses di mana suatu perilaku muncul berubah karena adanya respon terhadap sesuatu situasi."

c. Writtig (Syah , 2002 : 90) mengungkapkan "belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengamatan."

d. Surya (2003 , 73) mengungkapkan "belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.".

e. Hilgard dan Marquis (Sagala, 2006: 13) mengemukakan bahwa: "Belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan pembelajaran dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri.".

f. Crow and Crow (Sukmadinata, 2005: 155-156) mengemukakan bahwa : "Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru."

g. Hakim Thursan (2001: 01) mengemukakan bahwa "Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan."

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah mengarah kepada yang lebih baik ataupun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Hal lain yang juga selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman. Perubahan dan pengalaman hampir selalu ditekankan dalam definisi belajar.

Jadi belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan dari kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku hasil belajar diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kemampuan dalam berbagai bidang sebagai hasil dari latihan dan pengalamannya.

Mengenai pengertian perubahan dalam rumusan-rumusan di atas dapat menyangkut hal yang sangat luas, menyangkut semua aspek kepribadian individu. Perubahan tersebut dapat berkenaan dengan penguasaan dan penambahan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat dan sebagainya. Demikian juga dengan pengalaman, berkenaan dengan segala bentuk pengalaman atau hal-hal yang pernah dialami ,pengalaman karena membaca, melihat, mendengar, merasakan, melakukan, membayangkan, menilai, mencoba, memecahkan dan sebagainya.

Prinsip-prinsip Belajar

Belajar seperti halnya perkembangan berlangsung seumur hidup, dimulai sejak dalam ayunan (buaian) sampai dengan menjelang liang lahat (meninggal). Apa yang dipelajari dan bagaimana cara belajarnya pada setiap fase berbeda-beda. Proses belajar dapat diperinci di dalam beberapa prinsip dasar. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip dasar, kita akan memiliki arah dan pedoman yang jelas di dalam belajar. Dengan memahami prinsip-prinsip belajar kita akan relatif lebih mudah dan lebih cepat berhasil dalam belajar. Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip belajar akan menemukan metode yang efektif. Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut dijelaskan oleh Sukmadinata (2005: 165-167) sebagai berikut:

(a)Belajar merupakan bagjan dari perkembangan, (b)Belajar berlangsung seumur hidup, (c)Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri, (d)Belajar mencakup semua aspek kehidupan, (e)Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, (f)Belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru, (g)Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggj, (h)Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks, (i)Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan, (j)Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain.

Sedangkan Hakim Thursan (2001: 2-10) mengemukakan beberapa prinsip belajar yaitu :

(a)Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas, (b)Proses belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi problematis, (c)Belajar dengan pengertian akan bermakna daripada belajar dengan hapalan, (d)Belajar merupakan proses yang kontinu, (e)Belajar memerlukan kemauan yang kuat, (f)Keberhasilan belajar ditentukan oleh banyak faktor, (g)Belajar secara keseluruhan akan lebih berhasil daripada belajar secara terbagi-bagi, (h)Proses belajar memerlukan metode yang tepat, (i)Belajar memerlukan adanya kesesuaian antara guru dan murid, (j)Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan memahami prinsip-prinsip belajar, siswa akan dapat memperoleh keberhasilan dalam proses belajar mereka dengan lebih mudah, cepat, sesuai dengan harapan mereka.

Hasil Belajar
Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan perilaku, misalya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Guru perlu mengenal hasil belajar dan kemajuan belajar yang diperoleh sebelumnya. Dengan mengenal hasil belajar guru dapat membantu atau mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dapat memperkirakan hasil dan kemajuan belajar selanjutnya, kendatipun hasil-hasil tersebut dapat saja berbeda dan bervariasi sehubungan dengan keadaan motivasi, kematangan dan penyesuaian sosial.

Hamalik ( 2001: 30) mengemukakan bahwa :

Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah : (a) pengetahuan, (b) pengertian, (c) kebiasaan, (d) keterampilan, (e) apresiasi, (f) emosional, (g) hubungan sosial, (h) jasmani, (i) etis atau budi pekerti, (j) sikap.

Sedangkan Kingsley (Sudjana, 2003: 45), membagi tiga macam hasil belajar, yakni : "(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah."

Selanjutnya Benyamin Bloom (Sudjana, 2003: 46) mengemukakan bahwa: "Tujuan pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni (a) bidang kognitif, (b) bidang afektif, dan (c) bidang psikomotor."

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar penting diketahui guru, dalam rangka menyusun perencanaan pembelajaran, khususnya dalam menyusun tujuan pernbelajaran. Dengan perkataan lain rumusan tujuan pembelajaran berisikan hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa.

Pengertian Pembelajaran

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama, kegiatan ini melibatkan interaksi individu yairu pendidik dan peserta didik. Kebernasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.

Sagala (2006: 61) mengemukakan bahwa : " Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid."

Sedangkan Corey (Sagala, 2006: 61) berpendapat bahwa : "Konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan."

Selanjutnya Surakhmad (Sumaatmadja, 1997: 70) mengemukakan bahwa : ''Mengajar adalah peristiwa bertujuan; artinya mengajar adalah peristiwa yang terikat oleh tujuan, terarah pada tujuan, dan dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan itu."

Pendapat ketiga ahli tentang pembelajaran pada prinsipnya sama bahwa pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik dalam rangka untuk mencapai tujuan sesuai dengan materi pembelajaran agar dalam diri peserta didik terjadi perubahan, sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama, proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, proses pembelajaran membangun suasana dialog dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka bentuk sendiri.

Langkah-Langkah Pembelajaran

Syah Muhibbin (2002: 216) mengemukakan bahwa : "Tahapan-tahapan dalam proses mengajar memiliki hubungan erat dengan penggunaan strategi mengajar, maksudnya ialah bahwa setiap penggunaan strategi mengajar harus selalu merupakan rangkaian yang utuh dalam tahapan -tahapan mengajar."

Proses pembelajaran terdiri tiga tahap, yaitu :
(a) Tahap prainstruksional yaitu persiapan sebelum mengajar dimulai,
(b) Tahap instruksional, yaitu saat mengajar, dan
(c) Tahap tindak lanjut.

Tahap pertama / tahap prainstruksional adalah langkah persiapan yang ditempuh guru pada saat mulai memasuki kelas hendak mengajar. Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan mentransformasi materi pembelajaran dengan harapan siswa memahami, mengerti dan mampu melaksanakan evaluasi. Pada tahap ini guru melaksanakan penilaian keberhasilan belajar siswa caranya dengan mengadakan pos tes. Tahap ketiga siswa dan guru membuat kesimpulan mengenai uraian yang telah disampaikan, jika memungkinkan penulisan kesimpulan ada baiknya dilakukan oleh para siswa. Dan pada tahap ini dilakukan penindaklanjutan (follow up) baik yang bersifat pengayaan maupun perbaikan.

Demikian artikel makalah yang membahas belajar dan pembelajaran, semoga bermanfaat dan menjadi referensi untuk kita semuanya. Amiin

Membahas Penelitian Tindakan Kelas PTK | Makalah Pendidikan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah upaya perbaikan yang dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari solusi atas permasalahan yang sering timbul pada kegiatan sehari-hari di kelas. Kasbolah K, (1998/1999: 13) mengemukakan bahwa : " Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan pembelajaran."

Penelitian Tindakan Kelas adalah salah satu jalan yang terbuka untuk para pendidik yang ingin menambah ilmu pengetahuan, melatih praktek pembelajaran di kelas dengan berbagai model yang akan mengaktifkan guru dan siswa, mencoba melakukan penelitian untuk secara reflektif melakukan kritik terhadap kekurangan dan berusaha memperbaikinya agar pendidikan benar-benar dapat menjadi bidang profesi (Wiriiaatmaja R, 2005:29).

Tim Penulis Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan (2006: 02) mengemukakan bahwa : "Penelitian Tindakan Kelas merupakan studi sistematis terhadap praktek pembelajaran dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan melakukan tindakan tertentu."

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai upaya perbaikan dan atau meningkatkan pembelajaran di kelas, melalui penerapan berbagai ragam teori dan tehnik pembelajaran yang relevan secara kreatif.

Tujuan dan Manfaat PTK
Sesuai dengan pengertian atau definisi PTK seperti tersebut diatas, tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan guru dalam proses pembelajaran. Bila tujuan utama tersebut tercapai maka sesungguhnya telah tercapai tujuan penyerta/pengiring berupa peningkatan pengalaman serta kemampuan guru dalam keterampilan pelaksanaan pembelajaran secara reflektif.

Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan PTK, antara lain mencakup:
  1. Inovasi pembelajaran, melalui PTK guru dibiasakan untuk selalu mengubah, mengembangkan dan meningkatkan gaya mengajarnya sehingga mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya.
  2. Pengembangan kurikulum di tingkat kelas dan sekolah, hasil PTK dapat menjadi masukan bagi pengembangan kurikulum di tingkat kelas dan sekolah, guru dapat memahami hakekat kurikulum secara empirik, bukan teoritik semata.
  3. Peningkatan profesionalisme guru, melalui PTK guru akan lebih profesional dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, dalam melaksanakan pembelajaran guru tidak hanya menjalankan instruksi atau hasil penelitian orang lain meskipun tidak cocok dengan lingkungan kelasnya.
Ciri dan Karakteristik PTK
Untuk lebih memahami Penelitian Tindakan Kelas perlu dikemukakan karakteristik dari Penelitian Tindakan Kelas yaitu : 1) PTK dilaksanakan oleh guru sendiri, 2) PTK berangkat dari permasalahan praktik faktual, 3) Adanya tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas yang bersangkutan (Kasbolah, 1998/1999 : 22).

Fokus penelitian tindakan terletak kepada bagaimana kemampuan guru dalam melakukan tindakan alternatif dalam memecahkan permasalahan-pennasalahan dalam pembelajaran. Adanya tindakan merupakan ciri utama yang membedakan penelitian tindakan kelas dengan jenis penelitian lain. Tindakan yang dilakukan tentu saja didasarkan atas masalah yang hendak dipecahkan.

Prinsip PTK
Dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas perlu diperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaannya yaitu :
a. Tidak boleh mengganggu proses pembelajaran dan tugas mengajar.
b. Tidak boleh terlalu menyita waktu.
c. Metodologi yang digunakan harus tepat dan terpercaya.
d. Makalah yang dikaji benar-benar masalah faktual (ada dan dihadapi guru).
e. Memegang etika kerja (minta izin, membuat laporan, dan lain-lain).
f. Bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran.
g. Menjadi media bagi guru untuk berfikir kritis dan sistematis.
h. Membiasakan guru melakukan kegiatan bernilai akademis dan ilmiah.
i. Hendaknya dimulai dari permasalahan pembelajaran yang sederhana, konkrit, jelas dan tajam.

Pola Umum PTK
Ada beberapa bentuk atau pola pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Oja dan Smulyan (1989) membedakan penelitian tindakan kelas dalam empat bentuk yaitu :

a. Guru sebagai peneliti, dalam bentuk ini guru terlibat secara penuh dalam perencanaan, aksi (pelaksanaan) dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang demikian guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui PTK, pelibatan pihak lain dalam PTK perannya tidak dominan dan hanya bersifat konsultatif dan mempertajam persoalan dan solusi pemecahannya.

b. Penelitian tindak kolaboratif, dalam bentuk ini PTK melibatkan berbagai pihak baik guru, kepala sekolah, maupun pengawas secara serentak dengan tujuan untuk meningkatkan praktek pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori serta meningkatkan karir guru. Hubungan antara pihak yang terlibat bersifat kemitraan. Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti saat ini merupakan penelitian tindak kolaboratif yang melibatkan peneliti yang juga sebagai guru, teman sejawat sebagai mitra dan dosen pembimbing.

c. Simultan terintegrasi, tujuan utama PTK bentuk ini adalah dua hal sekaligus yaitu memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran di kelas dan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Persoalan yang diteliti datang dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar, jadi dalam hal ini guru tidak bertindak sebagai inovator.

d. Administrasi sosial eksperimental, penelitian bentuk ini lebih menekankan pada dampak kebijakan dan praktek, guru tidak dilibatkan dalam perencanaan serta refleksi terhadap praktek pembelajaran dalam kelasnya sendiri. Pada penelitian demikian tanggung jawab sepenuhnya terletak pada pihak luar yang bekerja atas dasar hipotesis tertentu, kemudian melaksanakan melakukan berbagai bentuk test dalam sebuah eksperimen.

Langkah –langkah PTK
Langkah-langkah pelaksanaan PTK sangat bervariasi, tetapi secara pokok adalah sama yaitu sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dan menganalisis maslah.
b. Merumuskan masalah.
c. Merumuskan hipotesis tindakan
d. Membuat rencana tindakan dan pemantauannya.
e. Melaksanakan tindakan dan mengamatinya.
f. Mengolah dan menafsirkan data.
g. Menganalisis data.
h. Validasi dan Kredibilitas PTK
i. Melaporkan hasil penelitian.

Daftar Pustaka: Berbagai Sumber

Kamis, 30 Mei 2013

Al-Qur’an, Manusia dan Takwil | Tinjauan Hermeneutik Bahasa

Nasr Abu Zayd menyatakan takwil hermeneutik sebagai "berkah" bagi peradaban Islam. Bernarkah takwil hermeneutik berkah? atau justru menjadi bencana? Mari kita coba melihat
Seorang pemikir muslim asal Aljazair selalu mendengungkan keharusan proses takwil sebagai satu langkah mutlak dalam berinteraksi dengan Alquran. Pandangannya ini kemudian diamini para intelektual yang mengaku modernis di dunia Islam lainnya.

Ia menegaskan begini: "Teks Al-Qur'an menggariskan adanya takwil, dalam pengertian ia tidak dapat diungkap hakekatnya melainkan dengan takwil. Karenanya Al-Qur'an adalah teks takwil par excellence" (Muhammad Arkoun; Lectures du Coran). Apa dan bagaimana konsep takwil dalam tradisi keilmuan Islam? Tulisan ini akan coba mendeskripsikannya berikut implikasi "tragis" jika teori ini diperturutkan tanpa batas.

***

Al-Qur'an seperti diyakini kaum muslim merupakan kitab hidayah, petunjuk bagi manusia dalam membedakan yang haq dengan yang batil. Dalam berbagai versinya Al-Qur'an sendiri menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam dirinya, di antaranya bersifat transformatif. Yaitu membawa misi perubahan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan, Zhulumât (di bidang akidah, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dll) kepada sebuah cahaya, Nûrpetunjuk ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan kesentosaan hidup manusia, dunia-akhirat. Dari prinsip yang diyakini kaum muslim inilah usaha-usaha manusia muslim dikerahkan untuk menggali format-format petunjuk yang dijanjikan bakal mendatangkan kebahagiaan bagi manusia. Nah dalam upaya penggalian prinsip dan nilai-nilai Qur'ani yang berdimensi keilahian dan kemanusiaan itulah penafsiran dihasilkan.

Dialektika antara manusia dengan realitasnya ditengarai turut masuk mempengaruhi proses penafsiran itu. Bukankah Al-Qur'an diturunkan bagi manusia, untuk kemaslahatan manusia dan last but not least, untuk "memanusiakan" manusia (bukan menjadikannya makhluk otomatis seperti robot, mesin, hewan ataupun malaikat).

Maka dari diktum itu pulalah, konsep tentang manusia dan identitasnya dalam menjabarkan misi kekhalifahan dan ubudiyyah di muka bumi menjadi penentu yang determinan dalam proses mengkaji dan memahami teks suci yang diyakini akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Akan tetapi, posisi sentral manusia yang oleh peradaban Barat menjadi tema utama abad pencerahan juga bukan tanpa cela dalam sudut pandang Islam. Manusia dalam kacamata Islam tidak lah hidup dari, oleh dan untuk dirinya sendiri dan terkungkung dalam dunia yang profan ini. Falsafah hidup Islam tidak mengenal mazhab sekularisme yang memisahkan manusia dari dimensi keilahian dan melucuti aspek moral dan nilai dari kegiatan manusia. Falsafah hidup Islam menggariskan bersatunya nilai agama dan dunia, kehidupan manusia untuk misi khilâfah/'imârat al-ardl (keduniaan) dan ubûdiyyah(keakhiratan). Prinsip-prinsip tersebut yang senantiasa harus diindahkan ketika kaum muslim berinteraksi dengan Al-Qur'an.

Dewasa ini pola interaksi kaum muslim dengan Al-Qur'an bukan hanya bercorak "hudâ'iy", "ijtimâ'iy" dan "ishlâhiy" (mencari petunjuk untuk kebahagiaan), tetapi juga "'ilmiy" (dalam pengertiannya yang luas mencakup intellectual exercise, tidak hanya mencari pembenaran teori-teori sains dengan landasan ayat suci Al-Qur'an). Bahkan cenderung filosofis murni dan tak ada kaitannya dengan misi transformatif yang menjadi ciri utama kehadiran Al-Qur'an di pentas kehidupan manusia.

Hal ini bisa dilihat terutama dari kecenderungan (ittijâhât) upaya penafsiran dan penakwilan kitab suci yang terseret ke dalam diskusi panjang apakah manusia --secara umum sebagai pembaca dan penafsir teks-- merupakan makhluk historis atau filosofis, makhluk yang setiap saat berubah (sesuai dengan pengayaan pengalaman idup) atau yang konstan.

Sejauh mana posisi dan peran manusia dalam proses penafsiran, apakah tugasnya hanya menganalisa dan kemudian menerima otoritas tafsir di era pembentukannya ataukah hanya melibatkan pengetahuan dan pengalaman penafsir/pembaca teks sebagai barometer dan menganggap penafsiran otoritas di masa lalu hanya berlaku untuk saat itu (historisitas)? Apakah tugas penafsir kitab suci diarahkan semata untuk menangkap maksud pemilik dan pencipta teks ataukah justru bebas menciptakan maksud dan makna baru seiring dengan jarak waktu yang memisahkan antara pengarang dan pembaca teks, bahkan "kematian" pengarang dianggap "berkah" untuk melahirkan makna-makna segar yang tidak terkungkung oleh kehendak dan maksud pengarangnya?

Pertanyaan filosofis diatas mulai menggerogoti upaya sebagian elit muslim dalam banyak kajian mereka terhadap Al-Qur'an. Persinggungan intens dunia pemikiran muslim (yang tereleminasi dari pergaulan dunia) dengan dunia pemikiran Barat (yang dominan dan hegemonik) telah menyeret wacana hermeneutika masuk ke dalam kajian Al-Qur'an kontemporer.

Dunia pemikiran muslim telah kehilangan world view dan jati dirinya ketika berhadapan dengan dunia pemikiran Barat yang notabene hegemonik dan kuat baik secara program/agenda maupun funding untuk tujuan ekspansinya. Sadar atau tidak elit muslim telah masuk dalam agenda dan propaganda Barat bahwa budaya, teknologi dan metodologi Barat lebih unggul dan karena itu mesti digugu dan ditiru. Yang paling mengkhawatirkan bagi penulis adalah peniruan terhadap metodologi Barat di bidang Humaniora (sastra, psikologi, sosiologi, antropologi, dll) yang terbukti membawa arus sekulerisme yang tidak sesuai dengan falsafah hidup Islam. Ide dan pemikiran untuk mencari-cari aspek kesamaan-kesamaan (Fikr al-Muqârabât) antara metodologi Barat dan Islam di bidang kajian humaniora (sastra dan sejarah agama secara khusus, yang terkuak jelas dalam kasus hermeneutika) menjadi trend pada dekade akhir abad 20 dan awal abad 21 ini. Dalam kajian Al-Qur'an, fikr al-muqârabât antara tafsir (terlebih khusus lagi takwil) dengan hermeneutika yang berkembang di Barat (baik dalam studi biblikal/teologis maupun filsafat sastra secara umum) menjadi tak terelakkan.

Akuntabilitas Takwil

Jika pemahaman takwil klasik diartikan sebagai upaya pencapaian makna ayat suci dengan mengandalkan usaha rasional dan dengan cara menundukkan teks di bawah pengaruh prapikir seorang penafsir/pembaca teks, maka takwil dalam pengertiannya yang mutakhir memberikan dan menjamin ruang interaksi yang aktif antara objek teks dengan subjek pembacanya. Jika takwil hermeneutis mengandaikan dua tahap gerakan dalam proses penafsiran yaitu: pertama, kembali ke masa pembentukan teks dengan menyelidiki arti kosakata pada saat itu dan meletakkannya pada kondisi-kondisi objektifnya yang historis dan kedua, kembali kepada bahasa teks ketika penafsir menghadapi kesulitan untuk meletakkan teks tersebut ke dalam kondisi historisnya secara sempurna yang disebabkan oleh karena masing-masing pembaca memiliki sudut pandang khusus dalam proses pentakwilan. Di sinilah bahasa teks berperan untuk memproduksi makna baru. Dalam persepsi aliran ini pluralitas pemahaman akibat proses penakwilan tersebut tak terelakkan (Ahmidah al-Nayfar: al-Qur'an wa al-Insan Wajhan li Wajhin). Bahkan inilah "berkah" yang menjadikan kitab suci sebagai poros peradaban Islam, seperti ditengarai Nasr Hamid Abu Zayd.

Apakah benar asumsi Abu Zayd yang menyatakan takwil hermeneutis sebagai "berkah" bagi peradaban Islam atau justru menjadi "bencana"? Mari kita coba melihat.

Penulis setuju dengan pendapat bahwa bahasa teks sebagai sumber tak pernah kering bagi keragaman pembacaan (at-Ta'addud al-Ta'wîlî, meminjam istilah Abu Zayd), tetapi patut dicurigai pula bahwa bahasa (sebaik apa pun ia) memiliki sifat dan cenderung untuk mengelak/menghindar (murâwaghah) dan liar/lepas kendali jika tidak dibatasi oleh pagar-pagar metodologis.

Dengan demikian amat penting untuk membedakan dua tingkatan dalam menentukan sistem penandaan suatu makna (dalâlah). Pertama, tingkatan dalâlah yang bersifat sistemik dan kolektif, melalui prosedur-prosedur penciptaan makna secara leksikal (mu'jam/qomus), gramatikal (nahw), filologi (fiqh lughah, balaghah dll), dan kedua, tingkatan dalâlahyang non sistemik-individual yang memberikan ruang luas untuk proses qiro'ahdan ta'wil. Seorang penafsir dituntut untuk menjaga 'equillibrium' pola pikir individual non sistemik dengan pola kerja sistemik yang kolektif. Tidak boleh pola pikir individual seorang penafsir menodai memori kolektif bagi suatu takwil yang justru dapat menyelamatkannya dari kesesatan. Sebaliknya pola kerja sistemik yang kolektif tetap bisa menyisakan ruang bagi imajinasi individu sang penafsir sesuai dengan tambahan pengetahuan dan kekayaan pengalaman hidupnya.

Pola kerja kolektif dalam proses takwil misalnya terumuskan dengan baik oleh otoritas keilmuan Islam dengan istilah dalil (didukung argumentasi kuat) dan la'b (permainan kata-kata yang terlepas dari dalil maupun ta'wil). "Man yadzhab ila al-ta'wil yaftaqir ila al-dalil", demikian ungkapan yang selalu terngiang. Rumusan mereka bahwa "Nash memiliki dua macam dalâlah yaitu penandaan lafaz atas maknanya dan penandaan makna yang telah ditunjuk oleh nash atas makna yang lain" ('Abdul Qâhir al-Jurjâni: Dalâ'il al-I'jâz) dan bahwa "Lâ mathmaha fi al-wushul ila al-bâthin qabla ihkâm al-zhâhir" (Al-Zarkâsyi: Al-Burhân fi 'Ulum Al-Qur'ân) mengindikasikan kuatnya memori kesadaran kolektif disamping memperhatikan aspek 'ma'tsur' (sabda dan perilaku Rasul, sebagai penafsir pertama) dalam proses pentakwilan. Oleh karena itu dibutuhkan nilai pertanggungjawaban atau akuntabilitas dalam setiap upaya takwil sebagai akibat perimbangan nilai individual dan kolektif.

Penulis sepakat dengan apa yang dilontarkan Musthafa Nashif (2004) bahwa kemunculan takwil dalam lingkungan tradisi Islam terkait dengan upaya menjaga keseimbangan dan merupakan wujud dari pemberian kesempatan bagi kehidupan yang berubah dengan cepat dan pengakuan terhadap kerangka dasar dan otoritas sekaligus (Mas'uliyyat al-Ta'wil: hlm. 17)

Salah satu bahasan yang cukup pelik adalah ketika Al-Qur'an sebagai risalah/pesan petunjuk Allah swt untuk manusia dihadapkan dengan terma hermeneutika yang memperlakukan semua jenis teks (baik sastra, filsafat, atau teologis/suci) secara sama dan sederajat. Lebih menukik lagi, apakah Al-Qur'an merupakan risalah teologis ataukah diskursus bahasa? N.H. Abu Zayd pernah menyatakan bahwa "Kepercayaan atas wujud metafisik Al-Qur'an akan melenyapkan dan menodai upaya pemahaman yang ilmiah bagi fenomena wahyu/teks Al-Qur'an. Keimanan terhadap sumber ilahiyah teks adalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan upaya mencandra dan menganalisa teks melalui kebudayaan tempat berafiliasinya Al-Qur'an. Sebenarnya sakralitas sumber Al-Qur'an yang transenden tidak menafikan pragmatisme kandungan Al-Qur'an dan oleh karena itu (juga tidak menafikan) afiliasinya pada kebudayaan manusia tertentu" (Mafhum al-Nash: hlm. 24).

Bagi penulis, dengan pernyataannya, Abu Zayd terjebak dalam kontradiksi serius yang ia ciptakan sendiri. Berbeda dengan sikap para otoritas keilmuan muslim yang tidak menciptakan garis pisah yang ekstrim antara keimanan sumber keilahian Al-Qur'an dengan pendekatan ilmiah dalam memahaminya melalui seperangkat kaidah-kaidah yang digali dari bahasa dan prinsip-prinsip syariah (Ali Harb: Naqd al-Nash, hlm 210 dan Wan Daud Mohd. Daud: Tafsir dan Takwil sebagai Metode Ilmiah, www.insistnet.com). Bagi mereka status Al-Qur'an sebagai teks sekaligus risalah ilahi adalah landasan epistemologis dan metodologis dalam setiap upaya pendekatan ilmiah memahami Al-Qur'an. Tanpanya akan sia-sia belaka dan mengundang kita bersikap hati-hati untuk mengkaji teks Al-Qur'an murni sebagai teks bahasa.

Amin Al-Khuli, tokoh yang pertama kali mencetuskan Manhaj Bayani dalam kajian Al-Qur'an yang dalam beberapa aspek sangat dipengaruhi konsep hermeneutika Barat, sejak dini sudah mewanti-wanti "Sejak awal sampai akhir, upaya melucuti Al-Qur'an dari petunjuk syari'ahnya akan melumpuhkan sebagian besar aturan yang berupa aqidah dan syariah. Karena meski pada dasarnya Al-Qur'an sebagai wujud/fenomena bahasa, tetapi ia juga merupakan risalah ilahi di bidang akidah dan syariah" (Dâ'irat al-Ma'ârif al-Islâmiyyah: vol 2/266).

Oleh karenanya menjadi keharusan bagi mufasir untuk mempertimbangkan, dalam setiap upaya pendekatan ilmiahnya terhadap Al-Qur'an, fakta bahwa nash Al-Qur'an adalah sabda Tuhan (Muhammad Abu Musa: Min Asrâr al-Ta'bir al-Qur'aniy). Upaya penafsiran atau pendekatan ilmiah apapun terhadap Al-Qur'an selalin menuntut kompetensi intelektual para pelakunya juga mengundang ketawadluan mentalitas dan spiritualitas penafsir. Keagungan Allah SWT, tujuan-tujuan syariat dan hikmah serta kemutlakan ilmu-Nya senantiasa mengiringi dan menyinari proses penakwilan agar tidak terperosok ke dalam jebakan filsafat positivisme yang menyampingkan dimensi metafisik teks kitab suci dalam petualangan untuk profanisasi kitab suci yang sakral.

Wallâhu A'lam

Senin, 27 Mei 2013

Surat dari Santri Buat Bapak Presiden RI

Assalamu’alaikum pak ! Apa kabarnya, sehat ? (Amiin!)

Oh ia bapak Presiden yang baik dan yang terhormat !
Bapak aku pengen curhat, boleh gak pak ? ya udah gini yah pak ! pak, kalau boleh tau dulu pernah ikut lomba Olimpiade Ekonimi gak pak ? bentar lagi kan aku liburan nih, eh tapi aku gak tau tanggal berapanya, pak aku pengen banget diajarin sama bapak, gimana mau kan bagi-bagi ilmu sama aku. Ntar Insya Allah cita-citaku udah gede aku mau jadi seorang penegak perEkonomian, soalnya aku risih Nih Oma Anggie terusss aja dituduh korupsi, bener gak sih pak ? Ahh, terus nih gimana tuh Om Nazarudin urusannya ?, Oh ya pak, maaf ya kalo gak sopan hehe ! kalo boleh tau, pak Presiden per bulan gajinya berapa sih ? sama gak kaya Ayah aku ? disini Ayahku tukang jualan bajigur pake gerobak keliling, tapi Alhamdulillah penghasilan Ayahku bisa mencukupi untuk nyekolahin anaknya di Sekolah Boarding School System bahkan sampai kuliah S1.

Oh ya pak, boleh gak aku nitip pesen sama Om Nazarudin ! bilangin githu yah, Om kenapa Om korupsi ? gak cukup apa sama penghasilan perbulannya ?

Kalau gitu aku maklumin deh, mungkin Om lagi kepepet gak punya uang, jadi aja nyuri uang punya Negara. Oh iya Om, uang yang Om curi ada uang Ayah aku loh, Situkang bajigur itu ! oh iya Om kalau boleh usul Om mending jualan bajigur keliling deh kaya ayah aku trus tanyain sama pak Presiden gimana penghasilannya!

Om kata ayah aku, ayah gak pernah tuh yang namanya kekurangan, apalagi sampe nyuri, kata ayah akau asal kita bersyukur sama Nikmat yang diberikan Allah, yakin deh Allah pasti bakal nambahin itu nikmat, oh ya Om suka bersyukur gak ? Pasti dong, iya kan ? kata Ayah aku “Ada aja satu barang haram yang masuk ke tubuh kita, balesannya 40 hari do’anya gak akan pernah dikabul, seluruh amal baiknya selama ini akan terhapus, dan di Neraka 40 hari dibakar di Api yang paling panas, 40 hari di akhirat sama kaya 40.000.000 tahun di dunia” ihhhh Om mumpung masih ada waktu, Om tobat ya ! gak maksud ap-apa kok ! cuman ngingetin aja, makasih Om !

Oh iya, pak presiden jangan lupa sampein ya pasti di denger, oh pak gimana jadi gak ngajarin tentang ekonomi, 2 bulan lagi aku mau Olimpiade!

Oh ya pak satu lagi tentang Oma aku ! Iya, itu Oma Nunun, bapak tau kan hakim ? itu tuh orang yang suka nentuin hukuman, soalnya temen aku di kampung, dia tuh gak sengaja nyuri sandal punya pak polisi, kalo bapak tau ya dia tuh orangnya miskin banget ! Kakinya aja sampai berdarah-darah soalnya dia perharinya bisa jalan berkilo-kilo tanpa pake sandal, ya dia kepepet udah gak kuat sama kaikinya ! Langsung denger-denger dia di laporin ke Kapolsek, eh di hukum, ditahan 3 bulan gak tau 3 tahun. Kalau dulu aku ada disitu yakin deh akau bakal ngegantiin itu sandal, ih plis deh pak polisi maafin ke, diakan anak kecil. Sekarang coba bandingkan deh sama Oma aku. Oma Nunun, sampai sekarang aku belum denger tuh berapa tahun hukumannya padahalkan sama-sama nyuri. Cuman beda Nama Aja, ini pencuri Sendal yang ini Korupsi. Malah ini lebih parah Nyuri Uang Negara. Asal Oma tau ya, uang yang Oma Korup disitu ada Uang Ayah aku, yang matimatian jualan bajigur keliling Cuma buat bayar pajak Negara!

Bapak Presiden, makasih banget ya udah mau baca surat dari aku. Oh ya pak, gimana jadi gak ngajarin aku tentang Ekonomi ? hehe #kok jadi maksa!

Oh ya pak, Aku sebenarnya Nge fans banget sama Bapak Presiden, pak ! (red. Presiden Ideal) Jangan pernah ngecewain aku ya ! apalagi ngecewain temen-temen ku, ya, harapan bangsa ini pak, Buat Mereka bangga Sama bapak! Pak, makasih ya!

Ku tulis Surat ini, di Iringi penuh harapan dengan perubahan perEkonomian Indonesia.

Surat dari Santri Pesantren Benda Tasikmalaya Buat Bapak Presiden RI
Syamila Karunia
Xd Mu’allimat
Pesantren Persatuan Islam 67 Benda
KotaTasikmalaya

Akhwat mana Khimar lu ?!| Pentingnya Menutup Aurat

Assalamu’alaikum ukhti ....

Udah pada tau kan apa aja aurat seorang akhwat ?! bagi yang belum tau bakalan gw kasih tau apa aja aurat seorang akhwat.

Aurat seorang akhwat tuh dari ujung kepala sampe ujung kaki kecuali bagian wajah dan telapak tangan. Wajib bagi seorang akhwat menutupi aurat-aurat mereka.

Akhwat ayo donk tutupi aurat lo !! Dalam surat an-Nur ayat 31 sudah diterangkan bahwa “Kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan janganlah menampakan perhiasannya (auratnya), dan memelihara kemaluannya, kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama muslim) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki , atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak memiliki keinginan (terhadap peempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah SWT wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.”

Nah kan, udah pada tau seberapa pentingnya kita sebagai kaum akhwat menutupi auratnya dengan baik. Bagi yang tidak atau belum menutupi auratnya segerakanlah menutupi aurat lo. Karena bagi yang tidak menutupi auratnya akan disiksa diakhirat kelak. Gw harap setelah akhwat semua baca ini dibukakan pintu hatinya. Wassalam =^^=

Rachmawati Nurfadillah
Xd Mu’allimat (Stoinly)
Pesantren Persatuan Islam 67 Benda
Kota Tasikmalaya