Kamis, 26 Mei 2011

Cerita: Lewat Tengah Malam

Sekilas aku eja deretan angka-angka, 1:53, petunjuk waktu di pojok kiri bawah komputerku mengingatkan waktunya untuk istirahat. Sejenak kusandarkan punggungku di kursi, suara derit per-pernya yang sudah tua mengiringi hela nafas panjangku. Baru saja aku selesaikan sisa pekerjaan yang sedari siang kemarin tak juga rampung.

Hari-hariku memang lebih banyak kunikmati di kamar kerjaku ini, sebuah ruang yang di pintu masuknya tertulis dengan nada kasar, “Ruang Redaksi, Selain redaktur Dilarang Masuk.” Aku membenamkan diri dalam kerja panjang yang tidak pernah berakhir. Tuntutan tenggang waktu, selalu membuat pekerjaan terburu-buru. Dan itu selalu begitu, dari menit ke menit lewat begitu saja seperti berlalunya usia yang kian lama semakin tua.
Aku tak mampu membayangkan, kalau rutinitas yang kumiliki ini boleh jadi akan berakhir sebagai kesia-siaan, tanpa pernah mencapai tujuannya. Waktu selalu mengantarku kepada keinginan-keinginan, lamunan-lamunan, mimpi-mimpi, harapan-harapan. Dan untuk itu semua, aku membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang jelas sudah tersedia untukku (toh hidup sekedar menunggu batas ajal). Sepuluh tahun lalu, aku masih berdiri di Tugu Ireng kulon Kali Krasak, perbatasan antara Kabupaten Magelang dan DI Yogyakarta. Sepuluh menit lalu, kucium tangan keriput mBah Putri yang telah memanjakanku bertahun-tahun di depan pintu rumah. Di satu desa, Kidul Kretek Kali Krasak, kukira hingga kini hanya ada satu madrasah di sana dan rumah itu hanya beberapa langkah di sebelah utaranya. Menunggu bus jurusan Yogya, lalu perjalanan hari itu mengantarku ke Lampung.
Tak ada kesan khusus selama di perjalanan. Kata-kata akhir dari seorang sahabatku, “Sekali kau minum air Kali Krasak, ke manapun kau pergi, hatimu akan terbawa hanyut ke Laut Kidul. Dan kau pasti akan kembali.” Membuatku tak bisa menghilangkan kesan mendalam pada Gunung Merapi, yang setiap tahun mengajarkan bagaimana cara mengungsi bila laharnya meluber ke desa. Kalau sekarang aku ada di sini, mengikuti pusaran waktu yang berjalan mundur. Itu tidak lain hanya sekedar upaya menetralisir perasaan, bukan hanyut dalam kenangan entah itu pahit atau manis. Waktu terus berjalan ke depan, kenapa mesti memaksanya mengulang perjalanannya sembari mengingat-ingat duka. Memupuk penyesalan dan kadang dendam.
Memang, manusia selalu dihantui oleh masa lalu. Endapan lumpur keinginan-keinginan yang dipaksa dilupakan, namun selalu gagal dan menciptakan gejolak perasaan yang tidak mendekatkan kepada realita tetapi justru mengantar kepada alienasi jiwa. Dunia terus berputar, sementara sebagian orang mabuk oleh masa lalunya hingga lupa diri. Sebagian yang lain menciptakan dunianya dan membuat hidup jadi bermakna. Memang, masa lalu bukan untuk dilupakan. Tapi cukuplah untuk jadi ingatan, agar setiap lobang-lobangnya tidak membuat kita terperosok untuk yang kedua kali.
“Belum tidur?” tampaknya seorang teman sekerjaku baru terjaga dari tidurnya.
“Belum, aku sulit tidur malam ini,” jawabku sekenanya.
“Kenapa, ada masalah?”
“Enggak, lagi pingin lek-lek-an saja,” kulirik angka-angka di pojok kiri komputerku. Jam 3:22. Hampir subuh! batinku.
“Kangen sama Oga, ya?” temanku membenahi kancing jaketnya.
Oga (Semoga Bahagia), anakku, umurnya baru 5,5 bulan, perempuan. Tentu sekarang sedang tidur pulas di pelukan ibunya. Kemarin, mereka ke bidan, Oga harus imunisasi. Tiga hari paling tidak mereka kutinggal lembur tiap minggunya, tentu membuat mereka kesepian dan itu membuatku sedih.
“Yah, bisa jadi?” jawabku, “kau enggak usah kembali tidur, sebentar lagi sahur.”
Di kantor, meskipun dengan menu sederhana, makan sahur selalu mengantar kerinduan kepada masa kecil. Sembari menahan kantuk, menyentong nasi dan sejumput lauk dan melahapnya nyaris bagaikan mimpi. Hanya karena tak dapat membayangkan lapar yang melilit di siang hari, makan sahur dilakukan. Masa kecil dengan kesederhanaan pola berpikirnya, tak pernah mempertanyakan lebih jauh untuk apa semua itu dilakukan. Jawaban-jawaban singkat dari orang tua di sekitar, sering membungkam mulut untuk bertanya lebih jauh. Kini, bila makan sahur kulakukan, tentu bukan karena takut lapar tak tertahan besok.
Seperti puasa, kulakukan karena itu perintah. Untuk bertakwa, kata Tuhan. Mudah-mudahan aku bisa. Makan sahur kulakukan kini sebatas melanjutkan tradisi Rasulullah SAW. Kalaupun itu menjaga kondisiku selalu segar di siang hari, itu sekedar konsekuensi logis belaka. Tapi bukan karena takut lapar, sebab perasaan lapar sudah lama dapat kukendalikan, hanya saja mungkin perutku yang tak kuat menahan sakit yang melilit. Kadang aku tak habis mengerti, ketika ustadz, kiai, ulama, di media-media massa memotivasi orang untuk berpuasa dengan menyebut sederet manfaat. Puasa bisa sembuhkan sakit maag, bisa memberi waktu istirahat pada organ pencernaan yang akan membuatnya kuat, bisa timbulkan rasa empati orang kaya kepada saudaranya yang miskin, bisa menimbulkan rasa kasih sayang, dan sekian manfaat lain dengan tentu saja ditopang teori dan pendapat para pakar.
Padahal, jelas-jelas Tuhan sebut tujuan puasa dalam perintahnya, “.... agar kamu bertakwa.” Agar takut pada-Nya. Sebab, makna dasar dari takwa adalah takut. Takut pada siksa-Nya, takut pada hari pembalasan-Nya, takut pada hari perhitungan-Nya, takut pada ketidakmampuan bersyukur atas nikmat-Nya. Takut, yang pasti akan membuat orang menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Berpuasa adalah untuk takut pada-Nya. Jadi, jalankan saja karena itu perintah-Nya.
“Ya Allah, Engkau yang membuat kecenderungan di dalam hati, cenderungkanlah hatiku untuk taat kepada-Mu.” Adalah doa yang pernah diajarkan nenekku, “Untuk memperkuat takwa,” katanya suatu hari.
Temanku tadi menggeliat sebentar, tangannya mengucek-ucek mata yang samar kulihat agak merah.
“Jadi, kau hunting ke Lampung Timur?” tanyaku setelah melihatnya bangkit dari karpet hijau yang juga berfungsi sebagai alas shalat itu.
“Agak siangan,” jawabnya sembari tangannya membenahi rambutnya yang kusut, digunakan jari-jari tangan seperti layaknya sebuah sisir.
“Lagi bikin apa?” sejenak ia melongok ke layar komputerku.
“Coba bikin cerpen, kayaknya sudah cukup. Untuk terbitan edisi depan,” jawabku sembari menutup jendela kerja.***

Rabu, 25 Mei 2011

Kalimat dan Kata-kata Mutiara Hikmah

Di bawah ini adalah Kalimat dan Kata-kata Mutiara Hikmah dari Nabi Muhammad SAW, para Sahabat Nabi, dan tokoh-tokoh terkenal. Semoga bermanfaat!

Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.-Nabi Muhammad SAW

Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia.
Nabi Muhammad SAW

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.
Khalifah ‘Umar

Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan.
Ibnu Mas’ud

Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.
Khalifah ‘Ali

Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk.
Imam An Nawawi

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar.
Khalifah ‘Umar

Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup; kita harus melakukannya.
Johann Wolfgang von Goethe

Pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
Johann Wolfgang von Goethe

Kearifan ditemukan hanya dalam kebenaran.
Johann Wolfgang von Goethe

Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang.
Einstein

Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Hal itu hanya dapat diraih dengan pengertian.
Einstein

Agama sejati adalah hidup yang sesungguhnya; hidup dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebaikan dan kebajikan seseorang.
Einstein

Dua hal yang membangkitkan ketakjuban saya – langit bertaburkan bintang di atas dan alam semesta yang penuh hikmah di dalamnya.
Einstein

Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan “rendah hati.”
Einstein

Sungguh sedikit mereka yang melihat dengan mata mereka sendiri dan merasakan dengan hati mereka sendiri.
Einstein

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.
Einstein

Tidak semua yang dapat menghitung dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat menghitung.
Einstein

Selasa, 24 Mei 2011

"Biru"

Ah, indahnya langit biru, tanpa mega satupun, tanpa kelabu, tanpa mendung, tanpa keluh kesah orang resah, tanpa deru perang, tanpa kemunafikan, tanpa asap bom, tanpa kebakaran hutan, tanpa kebodohan, tanpa, tanpa dan tanpa semua kemuakan. Masihkah ada biru langit dan perawan hijau yang dilalui sungai-sungai jernih bagaikan mata bayi yang polos. Bicara bayi bicara tentang kesucian, ah …malu aku jika bicara tentang kesucian. Dan aku memang nggak tahu menahu tentang kesucian.

“Sebenarnya suci itu apa sih? Kau tahu tidak suci itu apa, setahuku sih suci itu teman sekolahku dulu, kalau suci yang lain lagi sih aku tahu.”
“Eh kamu, dari tadi kutanya suci itu apa? Jawab, dong!”
“Ah keparat kamu, aku serius nanya nih!”
“Lho kok malah kabur!”
Begitulah setiap orang jika menyikapi aku, selalu saja diam, paling banter cuma senyum-senyum lalu kabur begitu saja. Ah, kembali lagi berkhayal. O ya tadi aku sedang berkhayal tentang indahnya langit biru, ya langit biru, indah memang. Sejenak aku keluar dari ruangan kamar yang berukuran 3x3 ini, dimana sudah tiga tahun ini aku bersarang. Dan tiap hari yang kulihat hanya warna putih, putih dan putih. Kadang juga diselipi hitam sedikit, lalu biru ya biru yang selalu kurindu, tak pernah hadir dalam ruangan ini namun hadir dalam ruang benak dan langsung meluncur dalam ruang hati.
Lalu aku pandangi langit biru, oh damai, nikmat menyentuh kalbu. Biru selalu kurindu, biru telah membawaku terbang melintasi samudera biru tanpa batas, dan kulihat beberapa ikan sedang berenang kesana kemari, ikan paus berenang bersama anak ikan hiu, lalu ikan lumba-lumba berpacaran dengan ikan pari, dan ikan teri bercinta dengan anak ikan paus. Semua begitu indah, damai.
Kemudian kulihat sebuah pulau yang semuanya tampak biru dan sepertinya pulau itu bernama pulau biru, pulau yang indah bagai surga manusia bijaksana, hidup penuh dengan kesenangan tak ada salah paham, benar-benar indah memang pulau ini. Di kotanya semua penduduk saling kenal dan bertegur sapa tanpa basa-basi, tak ada polisi yang sok berwibawa, karena penjahat pun tak ada. Pengadilan tak pernah dibuka, karena kriminalitas nggak pernah terjadi di pulau ini, dan kata kriminalitas pun telah hilang dari kamus umum bahasa pulau ini. Yang dibicarakan hanyalah cinta dan cinta, sehingga tak ada keinginan untuk saling menghancurkan.
Pulau ini pulau yang kecil, penghuninya saja tak pernah bertambah dan berkurang, jika ada satu orang lahir maka ada satu orang yang meninggal. Tapi semua itu sudah menjadi hal yang biasa, tak pernah mereka berkeluh kesah. Pemimpin mereka tak pernah congkak. Ada masalah apa saja, pasti dia tahu dan dia pasti bisa menyelesaikan masalah. Semua orang tampak selalu tenang dan damai, mau orang hitam mau orang putih, mau beragama mau atheis mereka tetap damai.
Di ujung pulau ini ada sebuah pelabuhan kecil, dan ada ucapan ‘Selamat Datang di Pulau Biru. Jika Anda Tak Suka Kedamaian Bukan Tempatnya Anda di Sini’, sekilas ucapan itu bagaikan peringatan yang biasa saja, tanpa ada sangsi ataupun larangan. Namun setelah kulihat beberapa orang asing yang bahkan berlabuh pun tak bisa, aku semakin yakin bahwa tempat ini benar-benar tertutup bagi orang luar yang ingin merusak.
Selanjutnya aku kembali menatap langit biru, dan kali ini aku terbang menuju angkasa raya, indah tanpa batas. Segala kepenatan hilang sudah terbalut nuansa biru yang semakin syahdu, bidadari-bidadari terbang kesana kemari, tanpa peduli dengan sekawanan burung yang sedang bermigrasi entah kemana, semuanya tersenyum dan mengajakku bermain bersama. Iringan lagu lembut menggelitik kuping dan meggetarkan jiwaku untuk mengikuti irama yang tercipta, yang tak pernah kudengar sebelumnya. Di atas sini terdapat sebuah pulau terapung yang dialiri sungai-sungai jernih, hutan-hutannya masih tetap hijau, burung-burung masih berkicau malahan ikut bernyanyi bersama.
Aku benar-benar menikmati semua keindahan ini, semua kedamaian ini. Namun tiba-tiba aku merasa tubuhku diguncang-guncang, dan terdengar suara gaduh menusuk kupingku, semuanya berteriak, “Bangun kau orang gila! Di sini tak ada langit biru, jangan bermimpi di sini!”
Dan kurasakan cairan putih hangat yang kental tepat mendarat di mukaku, ya mereka meludahiku. Lalu membawaku masuk ke ruangan putih lagi, semuanya kembali putih, aku benci putih, aku ingin biru, aku berontak, marah.
“Hei, kalian manusia putih! Kembalikan biruku?” teriakku.
“Ha! Biru jangan bermimpi kamu, di sini tak ada lagi biru, di sini semuanya putih!”
“Kalian bilang putih? Percuma saja kalian bohong, yang kulihat kalian itu hitam!”
“Kurang ajar kamu! Orang gila seperti kamu, nggak berhak menilai kami!”
“Persetan dengan kalian biarkan aku mencari biru yang masih tersisa di sini.”
“Percuma saja kamu mencari biru tak ada lagi biru, sudah berapa kali saja aku bilang, di sini tak ada lagi biru.”
“Ada! Di sini masih ada biru!” aku bersikeras.
Tapi tiba-tiba mereka menonjokku, mengikatku dengan tali putih dan menyuntikku sambil terus mengumpat-umpat, “Dasar orang gila! Kerjanya cuma bermimpi saja.”
Pagi ini aku terbangun di ruangan putih ini, dan terus menerus meratapi diri. Kenapa di sini, di tempat orang yang mengaku putih ini, berkhayal saja di larang, kenapa? Kenapa sekedar mencari biru saja aku tak diijinkan, tapi aku yakin di ujung dunia ini biru itu masih ada. Ya, biru masih tetap ada di bumi ini. Semoga!***

Senin, 23 Mei 2011

Cerita: Bodoh Sudah Pinter

Diawali dengan berakhirnya Kresna memberi ceramah tentang “Pelanggaran Hukum Alam, Penyebab Stress” yang diselenggarakan oleh salah satu Lions Club di Bandung bekerjasama dengan Indonesian Marketing Association Cabang Bandung, Kamajaya mengunjungi Kresna di penginapannya, hotel berbintang tiga. Kamajaya yang tubuhnya keker, berumur 50 tahun lebih, berpakaian necis, berarloji Rolex emas dan sepatunya Bally. Mulai mengadakan dialog dengan Kresna yang berpenampilan sederhana tapi penuh senyum disertai pandangan matanya yang menggigit.


Kamajaya, “Pak Kresna. Saya susah tidur, tolong bantu saya, apa obatnya?”
Kresna tertawa dalam hati, karena dianggap oleh tamunya sebagai shinse penyembuh penyakit ‘tidak bisa tidur’. Kresna tidak langsung menjawab, hanya senyum dan melihat sekelilingnya, masih ada suami-istri Jeffrey dan seorang gadis cantik yang dia lupa namanya. Istri Jeffrey mempergunakan busana dan aksesoris yang sederhana sebagai ciri OKL (Orang Kaya Lama) dibandingkan OKB (Orang Kaya Baru) yang biasanya memamerkan kekayaannya.
Memecahkan kesunyian, Kresna balik bertanya, “Pak Jaya, anda bisa enggak mengindentifikasikan penyebabnya, apa sebab Bapak tidak bisa tidur?”
Dengan cepat menjawab, “Ya, Pak. Saya habis ditipu dua milyard! Dua milyard rupiah,” sepertinya dia mengetahui apa yang ada di benak Kresna ‘rupiah atau dollar’.
Jeffrey menambahkan, “Memang benar Pak, dia baru saja ditipu dua milyard. Ditipu wanita, yang mengambil barangnya dan kabur!”
Kresna dengan cepat pula menangkap maksudnya, karena dia baru beberapa hari yang lalu membaca di Koran, telah terjadi penipuan oleh seorang wanita kepada beberapa perusahaan besar di Bandung. “Barangnya apa, Pak?”
Hampir berbarengan Jeffrey dan Kamajaya menjawab, “Obat, Pak!”
Kresna terdiam sebentar sepertinya sedang mencari ilham jawabannya untuk Kamajaya yang pemilik pabrik obat dan Jeffrey yang berusaha sebagai distributor berbagai merk obat-obatan untuk Jawa Barat. Sambil menatap dengan sinar matanya yang tajam kepada Kamajaya, Kresna memulai lagi, “Sebelum saya memberikan obat, terlebih dulu saya akan mengajukan beberapa pertanyaan yang secara jujur Bapak harus jawab. “Setuju?”
Kamajaya menganggukkan kepalanya sambil menjawab, “Setuju!”
“Bapak dan keluarga Bapak, makan sehari berapa kali?”
“Tiga kali kali,” jawabnya.
“Bapak punya berapa mobil untuk keperluan di rumah?”
“Tiga!”
“Bagaimana dengan anak-anak sehat dan masih sekolah atau ada yang sudah berumah tangga?”
“Ada tiga, Pak, Dua sekolah di Australia dan satu di Inggris. Belum ada yang kawin, tapi sudah punya pacar.”
“Bagaimana dengan asset yang masih ada?”
“Menurut appraisal, pabrik saya bernilai delapan belas milyard.”
“Bapak suka jalan-jalan keluar negeri untuk bisnis maupun dengan keluarga waktu liburan?”
“Suka Pak, tahun lalu keliling Amerika.”
“Apakah Bapak pernah melihat uang kontan sejumlah dua milyard secara langsung?”
“Belum pernah Pak, biasanya hanya laporan Bank atau cheque atau giro saja. Tidak pernah melihat langsung uang kontan sejumlah itu.”
Semuanya terdiam, ketika menunggu, apa lagi yang akan ditanya Kresna. Kresna mulai lagi, “Sekarang saya balik pertanyaannya. Apakah Bapak dan keluarga Bapak sudah tidak bisa makan sehari tiga kali? Apakah Bapak, setelah ditipu dua milyard, sudah tidak bisa lagi jalan-jalan keluar negeri? Setelah Bapak ditipu itu, apakah Bapak sudah tidak bisa membiayai sekolah anak-anak? Apakah Bapak, sudah tidak suka melihat wanita cantik?”
Kamajaya melirik dua wanita di depannya dan menjawab, “Terus terang Pak, masih juga siihh…!”
Semua yang hadir tertawa, termasuk Kresna. Seolah-olah break alias ngaso, mereka minum yang telah dipesan sebelumnya dari room-service, air jeruk, tomato juice, papaya juice, air putih kegemaran Jeffrey dan kopi yang biasa digemari Kresna.
Dengan nada suara yang agak berat dan mantap, Kresna memulai lagi, “Boleh saya terus terang Pak Jaya?”
Kamajaya melihat ke Kresna dan menjawab, “Boleh saja, kan saya minta bantuan Pak Kresna.”
“Begini Pak,” Kresna berhenti sebentar, lalu langsung mengatakan, “Bapak bodoh, benar-benar bodoh!”
Lima manusia terdiam, bergerakpun juga tidak. Wajah Kamajaya berkerut-kerut, tapi belum berani memberi komentar.
“Pak, mengapa saya dianggap bodoh?” Akhirnya Kamajaya memecahkan keheningan dengan pertanyaannya.
“Begini Pak,” jawab Kresna. “Ternyata, setelah Bapak ditipu itu, sesungguhnya kehidupan Bapak dan keluarga Bapak sehari-hari, tidak pernah berobah! Bapak masih tetap seperti dulu sebelum kena tipu itu, masih bisa menikmati hidup, enjoy life! Pabrik masih produksi seperti biasa. Betul apa enggak; coba jawab jujur.”
Kamajaya terdiam, Jeffrey suami-istri juga tidak memberi komentar, gadis cantik di kamar itu bungkam seribu bahasa. Ahkirnya Kamajaya menjawab juga, “Bapak benar! Sebenarnya kehidupan saya dan keluarga saya tidak mengalami perubahan, sekalipun saya ditipu.”
Istri Jeffrey ikut nimbrung, “Benar Pak Kresna. Dia masih tetap kaya sekalipun dimakan orang dua milyard. Tidak seperti suami saya, kerja keras setiap hari, tapi belum pernah punya uang dua milyard.” Jeffrey hanya tersenyum saja sebagaimana biasanya jika istrinya berbicara tentang diri suaminya.
Si gadis cantik (yang ternyata MBA lulusan Amerika Serikat) memberikan pendapatnya, “Memang Pak. Saya dapat merasakan kebenaran yang Bapak ungkapkan tadi. Kehidupan Pak Jaya tetap saja baik, senang, bisa jalan-jalan sama keluarga, anak-anaknya pandai-pandai, apalagi yang dirisaukan?”
Kresna menyambungnya, “Nah, jadi Bapak nggak bisa bobo nyenyak bahkan susah tidur, karena Bapak hanya teringat barang yang ditipu. Lupa bahwa kehilangan itu sama sekali tidak berpengaruh kepada kehidupan sehari-hari, masih tetap bisa enjoy life seperti sebelum ditipu, ya kann?”
Karena lainnya terdiam, Kresna melanjutkan, “Kalau saya jadi Bapak, saya menyerahkan soal penipuan itu ke lawyer, usahakan bisa dikembalikan. Jika berhasil, syukur, tetapi kalau gagal, ya tidak apa-apa. Pabrik masih berjalan lancar, obat-obatan tetap dibutuhkan masyarakat, distributornya jago-jago seperti Pak Jeffrey. Jadi kalau andaikan saya jadi Bapak, saya tetap saja bisa tidur enak, sekalipun kehilangan dua milyard. Ya, memang pikiran itu tidak dapat dihilangkan, tapi coba bandingkan dengan apa yang saya sampaikan tadi, pasti Bapak bisa kembali tenang. Malahan kalau tidak tenang, memimpin pabrik jadi enggak bisa full dengan segala kemungkinan negatifnya. Kesimpulan jawaban saya kepada Bapak adalah bahwa obatnya enggak bisa tidur Bapak, berada dalam diri Bapak sendiri! Mohon Bapak renungkan di rumah nanti. Jika masih ada pertanyaan, hubungi saya,” sambil Kresna memberikan kartu namanya kepada Kamajaya.
Dalam obrolan yang sampai larut malam itu, Kresna dengan cara lain, meyakinkan Kamajaya atas kekeliruannya dalam berpikir dan berperasaan, dengan menjelaskan tentang Hukum Alam mengenai perobahan yang abadi dan hukum-hukum alam lainnya yang jika dilanggar pasti manusia akan menderita perasaannya bahkan stress sampai bisa jadi gila.
Jam 01.45 mereka baru bubaran. Dari kamar atas, Kresna melihat para tamunya mengendarai Mercedez Baby Benz yang terbaru, mereka masih sempat menengok ke atas, ke kamar Kresna yang kembali sunyi di dini hari.
Kresna masih berpikir, “Beginilah manusia di bumi. Mereka merasa menderita dalam berbagai bentuk manifestasinya, karena tidak lain keterikatannya kepada materi terlalu kuat!”
Tiga hari kemudian, Kresna menerima ucapan terima kasih Kamajaya melalui telpon interlokal ke Jakarta, karena sudah bisa tidur seperti biasa lagi, sambil menanyakan nomor rekening dan bank apa yang dipergunakan Kresna, di luar dugaan Kresna sendiri. Pada ujungnya, Kresna menyampaikan kalimatnya ini, “Nah, Pak Jaya sudah pinter sekarang!”***



Minggu, 28 November 2010

Dapodik Kota Tasikmalaya

Info mengenai dapodik kota Tasikmalaya dapat anda mengunjungi langsung kantor dinas yang beralamat:

Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya
Jl. Ir. H. Djuanda Kompleks perkantoran
Tlp. (0265) 330029 Fax. 312044
Kota Tasikmalaya
atau melalui web : http://disdiktsm.site11.com/index.html



Jumat, 26 November 2010

Renungan Untuk Calon Pengusaha Sukses

Karena terlampau banyak buku dan artikel mengenai kiat pengusaha sukses dan perusahaan sukses, mungkin Anda jenuh membacanya. Kali ini, kita bersimulasi saja. Anggaplah sedang “bermain-main dan bersenang-senang” dengan kesuksesan dan kegagalan. Dalam tulisan ini, akan disamakan istilah orang atau pengusaha sukses dan perusahaan sukses.

Apakah orang berhasil tidak pernah gagal? Pernah. Apakah orang sukses pernah bangkrut? Pernah. Apakah orang sukses mengalami krisis finansial? Mengalami. Apakah orang sukses selalu sukses? Tidak. Apakah orang sukses bermula dari punya modal? Sebagian mungkin betul, tetapi mungkin juga tidak.

Apakah sukses adalah karena faktor genetik? Boleh jadi iya, boleh jadi tidak. Apakah orang sukses tidak punya hutang? Punya. Apakah orang sukses memiliki jam-waktu yang berbeda, misalnya 25 jam, bukan 24 jam per hari? Tidak. Apakah orang sukses tidak punya keluarga sehingga fokus bisa sukses? Tidak. Mereka punya keluarga.

Apakah orang sukses tidak mengalami masalah? Tidak. Mereka mengalami masalah, bahkan hampir setiap saat. Apakah sukses harus menunggu tua? Tidak. Kini, banyak sekali CEO berusia di bawah 30, khususnya yang bergerak di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti Mark Zuckerberg, Matt Mullenweg, Pete Cashmore, Aaron Levie, dan Blake Ross.

Perbedaan Orang Sukses dan Tidak (Belum) Sukses
  • Orang sukses berbuat (terlibat) dan menghargai waktu. Semua bisa dicari (harta, kesenangan, dan seluruh kenikmatan dunia), kecuali waktu. Tidak ada yang yang bisa menggantikan waktu. 
  • Orang sukses selalu belajar dan memperbaiki caranya apabila ia menemukan kegagalan.
  • Orang sukses menghormati arti sebuah kepercayaan sebab untuk mendapatkan kepercayaan kita perlu memberikan kepercayaan.
  • Orang sukses selalu memiliki jargon yang tepat (tagline), mudah diingat. 
  • Orang sukses senang berbagi apapun (uang dan ilmu) karena orang sukses sadar dan sangat tahu bahwa berbagi menambah (memiliki nilai) dan bukan mengurangi apa yang mereka miliki.
  • Orang sukses sudah membuat sesuatu ketika orang lain baru akan memikirkannya.

Pertanyaan orang yang ingin menjadi pengusaha sukses
  • Bagaimana memulai sebuah bisnis?
  • Bagaimana cara melihat peluang? 
  • Apa saja rahasia pengusaha sukses? 
  • Bagaimana memulai bisnis dengan modal kecil? 
  • Buku apa saja yang harus saya baca?
  • Bisakah saya sukses sebelum saya tua?
  • Apakah saya juga bisa merancang kesuksesan untuk buah hati saya?
Ciri dan Tipe Pribadi Sukses
  • Berani berinisiatif, ide cemerlang.
  • Tepat waktu.
  • Senang melayani dan memberi.
  • Senang mempelajari hal-hal baru. 
  • Tidak mengeluh.
  • Profesional.
  • Berani menanggung risiko.
  • Berpikir positif, berperasaan positif. 
  • Tidak merendahkan orang lain.
  • Menyukseskan orang lain.
Ingat sahabat, dunia tidaklah rata, tetapi terbelah. Sekalipun di tanganmu ada peta jalan menuju sukses, kau belum tentu bisa sukses. Serentetan kegagalan masih akan membayangimu sampai akhirnya kau benar-benar sukses.

Tidak satu pun seorang pengusaha sukses yang langsung menjadi sukses. Semua membutuhkan proses pembentukan. Engkau tidak akan mungkin berhasil dalam semua hal. Bukankah satu keberhasilan sudah cukup untuk keberhasilan lain. Oleh karena itu, kalau sukses jangan serakah, berbagilah. Mau sukses atau masih ragu?

Mengenal Personal Balanced Scorecard

Sumber: www.AnneAhira.com

Tahukah Anda bahwa ternyata ada hubungan yang kuat antara kebahagiaan karyawan dengan kesungguhan mereka bekerja di kantor? Survei mengenai kebahagiaan di tempat kerja yang dilakukan oleh Gallup Management Journal (GMJ) membuktikan hal ini.



Survei tersebut juga menemukan fakta bahwa perasaan senang merupakan faktor penting di tempat kerja. Karyawan yang bahagia akan lebih siap untuk menangani hubungan di tempat kerja, mengendalikan stress dan membaca kesempatan.



Personal Balanced Scorecard (PBSC) adalah bagian dari sebuah konsep yang dinamakan Total Performance Scorecard (TPS) yang dikemukakan oleh Hubert K. Rampersad pada tahun 2003.



PBSC merupakan alat yang efektif bagi manajer untuk melakukan pembinaan karyawan, guna mencapai integritas dan keselarasan antara kehidupan pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.



Merumuskan Ambisi Pribadi



Personal Balanced Scorecard sebenarnya merupakan catatan pribadi yang dibuat berdasarkan perenungan diri. Perumusan Personal Balanced Scorecard dimulai dengan perumusan ambisi pribadi yang terdiri dari misi, visi dan peran kunci pribadi.



Ambisi pribadi adalah citra diri pemandu seseorang untuk menghasilkan tindakan yang memiliki tujuan dan keyakinan. Misi pribadi ditujukan untuk ada, sedangkan visi pribadi ditujukan untuk menjadi.



Kebanyakan orang merasa kesulitan dalam merumuskan ambisi pribadinya. Oleh karena itu sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang bisa dijawab untuk mempermudah perumusan visi dan misi pribadi tersebut.



Berikut ini adalah contoh pertanyaan untuk visi pribadi:





  1. Siapakah saya?


  2. Apa falsafah hidup saya?


  3. Untuk apa saya hidup?


  4. Apa aspirasi terdalam saya?


  5. Apa yang membuat saya paling bahagia?




Sedangkan pertanyaan untuk merumuskan misi pribadi adalah sebagai berikut:





  1. Kemana saya menuju?


  2. Apa yang ingin saya wujudkan?


  3. Apa tujuan jangka panjang saya?


  4. Apa yang ideal buat saya?


  5. Apa yang saya pertahankan?




Contoh pernyataan ambisi pribadi adalah sebagai berikut:
Visi: Saya Ingin Menjadi Penulis.
Misi: Saya akan mewujudkan cita-cita saya menjadi penulis dengan cara sebagai berikut:





  1. Lebih banyak berlatih menulis dengan mengikuti lomba kepenulisan.


  2. Mengikuti berbagai workshop dan pelatihan menulis.


  3. Mempertahankan stabilitas keuangan agar tetap dapat membeli buku sebagai sumber ide.


  4. Menikmati pekerjaan menulis dan berinisiatif untuk terus belajar.




Peran Kunci Pribadi



Peran kunci pribadi adalah cara yang Anda pilih untuk memenuhi berbagai peran penting dalam kehidupan Anda, sehingga dapat mewujudkn misi dan visi pribadi Anda.



Contohnya adalah sebagai pasangan, sebagai ibu/ayah, sebagai sahabat, sebagai anak, sebagai anggota organisasi, dan lainnya.

Tindakan Perbaikan dalam Empat Perspektif Personal Balanced Scorecard



Terdapat empat perspektif dalam Personal Balanced Scorecard, yaitu:





  1. Perspektif internal, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri seperti level stress, level kegembiraan, berat badan, tingkat kebugaran tubuh, dll


  2. Perspektif eksternal, yaitu yang berkaitan dengan hubungan sosial dengan orang lain seperti atasan, bawahan, anak, pasangan, sahabat, teman sejawat, dll.


  3. Perspektif pengetahuan dan pembelajaran, yaitu berkaitan dengan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan seseorang.


  4. Perspektif keuangan, berhubungan dengan kondisi finansial seperti jumlah simpanan, jumlah pendapatan bersih, jumlah investasi, dll.




Personal Balanced Scorecard mengajak seseorang untuk menerjemahkan ambisi pribadinya dalam keempat perspektif tersebut dengan menentukan faktor kunci keberhasilan, sasaran pribadi, ukuran kinerja pribadi, target pribadi dan tindakan perbaikan pribadi.